Pulang Bukanlah Opsi

 

Beach-Blue-Sunset

Keluar dari zona nyaman itu nggak akan pernah mudah untuk dilakukan dan dijalani. I knew this one's coming, it's about time anyway. Dan setiap kali pertanyaan : "Bagaimana kalau?" muncul, level insecurity otomatis akan langsung naik tajam membuat pendirian yang tadinya teguh, mendadak goyah bukan main. Self loathing dan lack of faith mulai naik ke permukaan, pola yang sama perlahan namun pasti mengambil posisi di panggung utama. Sungguh mengerikan, dan butuh lekas menarik rem darurat supaya nggak bablas keterusan.


Dunia Tipu-tipu Dan Pemikiran-pemikiran Yang Dangkal

Seberapa muak gue harus mengecek media sosial sekian jam di setiap harinya walau hal tersebut adalah bagian dari pekerjaan dan profesi gue? Tak terhingga, suwer demi makam kedua bokap gue. Perlu nyali yang besar untuk membuka media sosial, terlebih di waktu-waktu dimana gue lagi nggak pingin membaca ratusan bahkan ribuan isi kepala orang lain, bercampur baur saling berkejaran satu sama lain dengan 'mesin pelantang' serta media-media online dengan clickbait headline.

Secara otomatis gue berusaha read between the lines and their lines, mempelajari gaya posting mereka, pemilihan diksi, pengaturan kalimat hingga ke pola-pola yang bermuara ke satu tempat tertentu. Compartmentalize, analyze, and conclusions. When I'm too fed up, I just scroll the hell up. Bahkan sudah nggak ada energi untuk sekadar mengomentari.

Mulai dari cuitan soal bahwa perempuan sebaiknya nggak usah berkencan dengan laki-laki yang cuma sekadar menanyakan bagaimana harinya sudah terlewati, mendingan kencan dengan laki-laki yang membaca buku-buku berat nan susah dicerna oleh kebanyakan orang awam, sampai ke persoalan kadar kegantengan seseorang yang bisa dijadikan bahan tweet war, dan yang paling menjijikkan adalah, bukan seorang professional obgyn posting video tiktok yang menampilkan gestur mengarah ke sexual harassment. Fukkin disgusting. This is our digital society nowadays.


Bagaimana Kalau Adalah Penyakit

Ito Dean beberapa minggu lalu mengingatkan :

"Don't you give yourself that toxic question, Ito. Those "what ifs" are toxic, those will fuck you up real good."

and believe me, Ito... I can't help myself not to ask that toxic question recently.

Bagaimana kalau gue nggak bisa bikin breakthrough yang kece untuk klien-klien gue sekarang? Bagaimana kalau kontribusi gue nggak bisa menghasilkan sesuatu yang signifikan? Bagaimana kalau gue nggak survive di Ubud dan justru Ubud akan mengusir gue pulang kembali ke Jakarta?

Dan buat gue, pulang bukanlah opsi.
Pulang kembali ke Jakarta tidak akan pernah menjadi opsi.

Lantas, membantai habis semua pertanyaan "Bagaimana kalau?" itu ya cuma perlu satu gerakan, yaitu pukul balik. Pukul balik semua pertanyaan toxic itu dengan terus melakukan hal-hal yang bisa gue lakukan. Mencari celah, membaca perilaku orang-orang di sekitar gue, belajar ilmu baru, menerima waktu yang memang sudah memberitahu kalau sudah saatnya untuk rehat sejenak.

Menulis ini semua mudah, karena segalanya sudah mengalir dari otak ke jari jemari gue. Menjalankannya yang lumayan tricky. Harus diakui, beberapa keterbatasan yang gue miliki sekarang ini, sedikit menjadi batu sandungan. Pas kesandung, ya tergopoh-gopoh, perlu lekas mencari pegangan agar bisa berdiri tegak kembali.


The Unbearable Loneliness

Entah sudah berapa ratus kali, algoritma Instagram mempertemukan gue dengan postingan quote yang kurang lebih seperti ini : "The path of success is a lonely road." interpretasi gue terhadap quote ini mungkin begini ya...

Kalau yang elo tuju itu adalah kesuksesan berdasarkan preferensi elo, definisi elo, dan jarang sekali ada orang yang akan mau mengerti, sudah jadi risiko dan konsekuensi, elo akan menjalankannya sendirian sampai di tujuan akhir nanti. No matter how, you'll walk that path by yourself. Acquaintances, colleagues, parents, siblings, will be there just to support you. Elo dan kerja keras elo yang menentukan, apakah elo mau berkomitmen untuk terus mendapatkan apa yang elo impikan dan inginkan.

And this my friend, when the unbearable loneliness is coming. The loneliness itself, will definitely deafening you, sampai akhirnya elo nggak bisa kabur ke mana-mana lagi. Dan yang bisa elo lakukan cuma menghadapinya dengan nyali serta energi yang tersisa.


I see myself in this mesmerizing artwork by Rowan E. Cassidy.

defixion




Ubud, 18th April 2021
"Lighthouse" - The Used feat. Mark Hoppus

Comments

Popular Posts