1 Tahun Sudah, Masih Lucu
20 Februari 2020 kemarin, gue berhasil merilis secara mandiri, buku pertama dari tiga bagian, yang berjudul Amigdala: Perjalanan Merepresi Memori. Rasanya kayak gimana? Masih surreal, masih lucu, masih kerap menerima pesan-pesan terkait buku tersebut dengan feedback yang menarik dan menggugah hati. Iya, sebegitunya.
Walau nggak hits dan exposure-nya jauh lebih rendah ketimbang tweet-tweet bodoh gue, tapi ada kepuasan yang nggak bisa diungkapkan dengan kata-kata, setiap kali menerima hal-hal seperti ini di keseharian gue. Terima kasih atas segala dukungan, doa-doa yang dikirimkan, kritik destruktif maupun konstruktif, tak luput juga nyinyiran dan sindiran terhadap karya pertama gue ini. Terima kasih banyak.
Menjadi Pengingat, Serta Obat
Sejak awal membuat Amygdala Universe, dengan rencana sebagai buku trilogi, gue nggak pernah mengharapkan cuan. Berharapnya ke yang lain, yakni validasi dan pengakuan. Bahwa gue bisa (kembali) berdiri di kaki gue sendiri, tanpa membawa nama besar siapapun. Bahwa gue pun sebagai manusia, memiliki hak bersuara yang sama melalui medium apa saja, tentang apa yang pernah gue jalani, hadapi dan lakukan demi keberlangsungan hidup gue sendiri. Bukan untuk show off, tapi sekadar menjadi pengingat, serta obat yang ditenggak sesekali waktu saja.
Lalu, saat #AmigdalaPMM rilis dan satu demi satu dari kalian membeli dan membacanya lantas mengirimkan pesan berisi feedback, sampai ke pengalaman nyata saat kalian membaca lembaran-lembarannya, larut di dalamnya, teraduk-aduk emosinya, memantik ingatan-ingatan buruk sekaligus indah dalam satu waktu, gue berujar ke diri gue sendiri...
"Oh begini ya rasanya menjadi seorang Seno Gumira Ajidarma atau Eka Kurniawan atau Dewi Lestari atau bahkan teman baik gue sendiri, Valiant Budi Yogi. Menyenangkan sekaligus bikin deg-degan ya... tahu gitu, dari dulu saja jadi penulis."
Pengingat yang mampu menarik gue kembali menjejak tanah, obat yang dibutuhkan pada saat demam pengakuan tak tahu diri, serta senantiasa menjadi jalan setapak yang akan terus gue lalui dengan lapang dada, namun tetap pasang mata dan telinga baik-baik. Menggubris yang sekiranya memang dibutuhkan, menelantarkan yang ujung-ujungnya hanya akan bermanifestasi menjadi noise tak berkesudahan.
#AmigdalaRYB Will Be Heavier Than Ever Before
Gue memilih tiga orang sahabat terbaik gue untuk terlibat ke proses pembuatan Amigdala kedua. Masing-masing dari mereka memiliki peran penting agar bisa memberikan gue perspektif, koreksi serta masukan yang berbeda, sesuai dengan expertise-nya. Tidak menutup kemungkinan, akan membutuhkan satu atau dua orang lagi. Karena gue tahu, Amigdala nggak mungkin hanya menjadi milik gue saja, hidup ini terlalu hebat untuk sekadar dimiliki oleh satu orang manusia biasa. Perjalanan ini terlalu terjal dan menguras banyak energi, dan gue membutuhkan mereka semua untuk menemani gue. Memang sudah waktunya untuk berhenti bersikap seolah-olah bisa melakukan segalanya sendirian kali ini.
Amigdala kedua sudah pasti akan jauh lebih "berat" daripada yang pertama. Akan jauh lebih "mengaduk-aduk" emosi, dan bahkan memantik hal-hal yang kita semua represi jauh di dalam amigdala kita semua. Itu kenapa, saat gue memberikan draft pertama ke tiga orang sahabat terbaik gue ini, gue berpesan untuk tidak buru-buru membacanya. Resapi, telaah, bongkar ulang kalau memang diperlukan, jangan lupa tarik nafas dan istirahat barang sebentar. Walau nyatanya, hidup seringkali tak memberikan kemewahan-kemewahan ini untuk kita semua.
Jangan Ditunggu, Nikmati Saja Prosesnya
Karena hidup adalah tentang berproses, ada baiknya kita nggak menunggu hal-hal yang diluar dari kendali kita, dan nikmati saja proses serta perjalanannya. Dan itu yang gue lakukan sekarang. Gue tidak pernah secara khusus membuat sebuah rencana akan menyelesaikan Amigdala kedua di Ubud-Bali, hanya sekadar terlintas di kepala saja. Atau mungkin beberapa tempat yang setting utamanya di sekitaran Ubud, itu benar-benar terlintas begitu saja. Rasanya, sekarang gue bisa bilang...
"Oh begini ya salah satu cara menikmati hidup dan kesehariannya."
Hidup gue sekarang nggak cuma berkutat di timeline development, timeline deployment, deadline, BOD's feedback, client's feedback, etc. Tapi hidup gue sekarang juga tentang tumbuh dan berkembang, menjadi manusia yang nggak akan mau lagi menyia-nyiakan waktu dan kebaikan-kebaikan kecil yang seringkali nggak kasat mata. Hidup gue sekarang setelah perjalanan satu tahun #AmigdalaPMM itu ya masih lucu... dan gue sungguh-sungguh menikmatinya.
Jadi, jangan ditunggu, nikmati saja prosesnya terlebih dahulu. Sembari melakukan itu, tetaplah menjadi manusia yang punya hati, simpati, empati dan logika.
Terima kasih, Tuhan memberkati.
Ubud, 20th February 2021
Ega Mpokgaga
Ega Mpokgaga
Comments
Post a Comment