Embracing What Ubud's About to Give Me
January 13, 2021
(Setiap kali buka pintu kamar kos di pagi hari, ini adalah hal yang pertama gue lihat)
"How's life in Ubud?" or "I envy you!" and even "Where's the sugar daddy?" HAHAHAHAHAHHAHA, you're looking at her, reading her blog right now. I am my own sugar daddy. Believe me or not, I spent most of my savings to move to Ubud, gotta work harder again to build a new safety net.
Satu Minggu Pertama di Ubud
Tiga hari pertama gue habiskan buat bebenah dan mengatur semua hal yang mesti masuk ke dalam kamar, kamar mandi dan menyimpan peralatan dapur. Hari pertama sampai di Ubud langsung makan siang Nasi Ayam Kedewatan lalu menuju kos mampir sebentar ke Supermarket Bintang dan beli beberapa container box berukuran sedang, dan tentu saja asbak.
Long story short, tiga hari pertama gue habiskan untuk bolak-balik ke Supermarket Bintang, dibantu oleh landlord yang subhanallah helpful banget! Doi, istri dan keluarganya super duper helpful bantuin gue bebenah. Ada beberapa cerita menarik selama tiga hari berturut-turut ini.
(Berasa princess sistur. Iya gue norak)
Yang pertama, pembelian asbak di hari pertama gue sampai di Ubud, di Supermarket Bintang. Karena sotoy, gue beli di lantai dua, yang mana itu adalah area yang biasa dikunjungi sama turis. Asbak pertama gue beli 60 ribu sekian, tanpa ngeluh ya sudahlah, beli saja, toh butuh.
Yang kedua, belanja bahan pokok seperti beras, roti, makanan kaleng dan beberapa kaleng bir di lantai pertama Supermarket Bintang, lalu beli kursi bakso dan jengkok kecil (gue butuh kedua hal ini karena gue pendek, dan beberapa furnitur di kos itu sudah diatur dengan standar-nya foreigner yang tinggi-tinggi, so yeah.. laugh with me now!), dan gue menemukan asbak kedua seharga 8 ribu sekian. DELAPAN RIBU SEMBILAN RATUS RUPIAH.
Dijual di lorong yang isinya peralatan rumah tangga, dan YA GUE BELI LAH! Pas ngeh kebodohan yang terjadi karena kecerobohan gue sendiri, demi Allah SWT, gue ngakak kenceng banget di lorong tersebut sampai dilihatin sama para turis yang lagi pada belanja xD if this kinda stupidity happened in JKT, most probably I will complain about it, and mock myself. But I was laughing so hard about it. Stupid.
Yang ketiga, gue dibantu sama adik perempuan gue (Jilan) untuk membeli sepeda listrik dambaan sekaligus incaran, sebulan sebelum gue sampai di Ubud. Waktu itu sempat panik karena rencana pembelian sepeda listrik ini nggak sesuai dengan ekspektasi gue, lalu sempat telepon ke Jilan dan menceritakan ini. Sambil menghitung sisa tabungan, dan bertanya ke Jilan apakah dia bisa membantu meminjamkan uangnya buat gue? Jawabannya cepat banget : "Bisa Kak, aku transfer ya." I was crying when she told me that. I forgot, she's the breadwinner of the family now. Wow... time flies... and I am so proud of her. Jadilah gue pinjam uangnya, berjanji saat invoice dari klien cair, gue akan langsung ganti.
Yang keempat, jatuh dari sepeda listrik sebanyak dua kali, HAHAHAHAHAHHA... Jadi hari Sabtu minggu lalu pas sepeda sudah datang, gue memang berniat menghafalkan jalan dari kos menuju tempat kerja baru. Ada satu tanjakan yang terjal (menurut informasi dari Pito yang jago matematika, kurang lebih 45 derajat lah) dan memang pas pertama sampai di sini, gue khawatir banget kalau gue harus pergi-pulang melewati tanjakan tersebut. Jatuhnya gue ini ya basically karena ngotot saja... sudah tahu kalau power dari sepeda listrik gue nggak akan bisa melampaui tanjakan terjal tersebut, I thought : "No harm trying, Ga! You gotta face your fuckin' fears!" here I am, fully recover after 3 days not going anywhere xD
Menangis di Coffee Shop, dan "Dipaksa" Beli Jamu Kunyit-Asem-Sirih
Masih menceritakan hari Sabtu minggu lalu, setelah jatuh yang pertama (gue dibantu sama mas mas bule yang kebetulan lewat sama motor NMAX-nya, dan mbak mbak bule yang mau berangkat ke Yoga Barn), gue memantapkan diri dan menghapus rasa malu dengan, ya sudah berangkat saja mengendarai sepeda listrik gue ke tengah kota Ubud. Melewati Puri Palace, Ubud Market dan sempat nyasar ke arah patung Khrisna (?) yang mengarah ke Gianyar. Pagi itu ada banyak sekali orang yang sembahyang menghadap patung tersebut, di tengah lalu lalang kendaraan yang lewat.
(Sepeda Listrik Hasil Patungan)
Hal pertama yang gue lakuin apa? Telepon Nani! Karena bingung juga mau cerita sama siapa, dan gue tahu, gue nggak perlu menjelaskan hal terlalu banyak ke Nani... ya cuma butuh didengarkan saja. Gue ceritakan ke Nani apa yang terjadi sama gue sejak pagi saat keluar dari kos, dan saat itu di coffee shop.
Selesai teleponan sama Nani, tiba-tiba ada bapak tua yang ujug-ujug naro dua botol jamu di meja gue dan bilang : "Jamu! Good for your health!" well yeah, I totally agree with you Pak :") dan gue jawab : "Saya bukan turis Pak, saya baru pindah ke Ubud, baru sampai Senin kemarin..." masih sambil nangis dan ngelap muka yang penuh air mata, keringat dan ingus xD entah kenapa gue jawab begitu. Cuma itu yang ada di kepala gue.
Percakapan kami selanjutnya adalah :
Bapak Jamu : "Selamat datang di Ubud! Saya dari Klungkung ini.."
Gue : "Oh, jauh nggak dari sini?"
Bapak Jamu : "Cukup jauh, ayo minum jamu, biar sehat!" *sambil ketawa*
Gue : "Boleh Pak, saya beli satu ya."
Bapak Jamu : "Dua saja, ambil dua saja, 50 ribu saja, supaya sehat."
Gue : "Ya oke, ini kunyit-asem?"
Bapak Jamu : "Dan Sirih! Bagus untuk perempuan! Biar makin harum badannya, hahahaha..."
Gue : "Oh baik..." *ngasih duit*
Bapak Jamu : "Nggak ada kembaliannya ini, saya cuma punya 40 ribu, ambil satu botol lagi ya." *nyodorin satu botol jamu lagi dan masukkin tiga botol ke dalam plastik*
Gue : *bengong bentar*
Bapak Jamu : "Nggak apa-apa, biar sehat... hehehehe..."
Gue : "Oke Pak, terima kasih banyak ya."
Bapak Jamu : "Mawali..."
Gue : "Oh, jauh nggak dari sini?"
Bapak Jamu : "Cukup jauh, ayo minum jamu, biar sehat!" *sambil ketawa*
Gue : "Boleh Pak, saya beli satu ya."
Bapak Jamu : "Dua saja, ambil dua saja, 50 ribu saja, supaya sehat."
Gue : "Ya oke, ini kunyit-asem?"
Bapak Jamu : "Dan Sirih! Bagus untuk perempuan! Biar makin harum badannya, hahahaha..."
Gue : "Oh baik..." *ngasih duit*
Bapak Jamu : "Nggak ada kembaliannya ini, saya cuma punya 40 ribu, ambil satu botol lagi ya." *nyodorin satu botol jamu lagi dan masukkin tiga botol ke dalam plastik*
Gue : *bengong bentar*
Bapak Jamu : "Nggak apa-apa, biar sehat... hehehehe..."
Gue : "Oke Pak, terima kasih banyak ya."
Bapak Jamu : "Mawali..."
Semua teman dekat gue pasti tahu hal ini, gue orangnya nggak tegaan menolak pedagang, tua-muda, jualan apapun. Bokap-nyokap gue selalu ngajarin, walau misalnya barang yang dijual mereka nggak kita butuhin, tapi kita niat mau bantu, ya beli saja sebisanya.
Tapi asli, pagi itu keranjang gue terasa lebih berat karena ada tiga botol jamu tersebut xD and surprisingly, I didn't complain about it. Sampai di kos, gue kasih satu botol jamu itu ke Bibinya landlord, karena YA NGGAK MUNGKIN NGABISIN TIGA BOTOL SENDIRIAN KAN, SISTUR~
Ubud Dan Bagaimana Kota Ini Menerima Gue
Perjalanan pulang ke kos, jatuh lagi di tanjakan yang sama. Kali ini nggak ada yang bantuin, anak-anak kecil yang kebetulan sedang melintas cuma bisa bertanya seraya melihat kaki dan tangan gue yang mulai lecet dan berdarah. Kapan-kapan kalau nyali gue sudah terkumpul, gue akan balik ke tanjakan itu dan memotretnya deh, biar kalian lihat sendiri kayak gimana penampakannya xD
Sampai di kos langsung telepon Ito Hasian, Dean, mewek gegerungan lagi. And he said : "Maybe this is the way Ubud welcoming you, Ito... Don't worry about the fall, you back the fuck up again and again. That is you." selesai teleponan sama Ito, landlord ngecek gue ke kamar dalam kondisi masih menangis, beliau sempat meminta maaf karena nggak menemani.. YA ANJIR, GUE MALAH MAKIN NANGIS LAH! KAN BUKAN SALAHNYA DOI NGGAK NEMENIN GUE, KENAPA BAIK BANGET GINI SIK?! :")))
Menjelang sore Pito dan Nani akhirnya datang. Mereka menyempatkan diri menghabiskan malam minggu menemani gue di kos. Kami makan malam lebih awal bareng, bertukar cerita (terutama dengan Pito, karena kami terakhir ketemu itu tahun 2012) dan tentu saja transfer knowledge a.k.a ghibah nirfaedah, HAHAHAHAHAHAHA.
(Dua Perempuan Tangguh Yang Mau Menerima Gue Apa Adanya)
Setelah menceritakan semua hal yang terjadi terhadap kami berdua (gue dan Pito), sebagai jebolan Ubud, Pito cuma bilang : "Brace yourself, Ga... Ubud will give you more and more than this. Nggak usah dilawan, terima saja." and that's what I've been doing past week, and I hope I can still do it as long as I live here.
Don't Envy Me, You Have Your Own Timeline
Jangan salah sangka, gue pun masih sering iri hati kok setiap kali ngeliat orang lain dengan berbagai macam pencapaian mereka, mulai dari hal kecil sampai yang besar. Cuma ya gue kan anaknya ambisius ya, iri hati itu biasanya justru gue jadikan pemecut supaya gue kerja lebih keras dan meraih pencapaian gue sendiri, apapun itu.
Saat ini gue berkesempatan untuk tinggal di sebuah tempat yang menurut banyak cerita orang (baik di lingkaran terdekat, maupun yang jauh) mampu memberikan banyak sekali pengalaman baru, dan juga "menyembuhkan" apa saja yang perlu disembuhkan. Mentally and physically. Seperti yang diceritakan oleh Pito (dan sumpah demi apapun, gue baru tahu waktu doi cerita), Ubud = Obat. Akhirnya salah satu pertanyaan yang cukup krusial buat gue selama ini, terjawab juga.
(Jam setengah tujuh malam ya kayak begini di Ubud)
Like John O'Callaghan sing in "Taxi" :
"I can't say that I can make you feel
Complete or free from your worry
But believe me when I tell you
"Babe, you'll never be lonely"
You'll never be lonely
You'll never be lonely
Don't you understand?
You won't be alone again"
I don't feel content like I want and needed to right now (gonna need more than a week or a month to feel this, I suppose) but I know, this is a stepping stone to be there. Small progress still a progress, right?
Ubud, 13th January 2021
"Taxi" - The Maine
0 comments