Too Much Love Will Kill You

queen too much love will kill you


Saya rindu masa di mana kecintaan saya hanya mentok di film kartun Patlabor, Sailor Moon atau Doraemon. Saya rindu masa di mana kecintaan saya hanya tentang boneka anjing Labrador yang dibelikan Ibu di Pasar Baru. Saya rindu masa di mana kecintaan saya hanya sebatas poster Rattle And Hum yang menempel mati di tembok kamar saya, lantas saya sembah setiap pagi. Saya rindu masa di mana yang ada di kepala saya hanyalah tentang besok bangun pagi, pergi ke sekolah, lalu setelahnya menjaga warnet untuk sekedar menyambung hidup. Saya rindu masa di mana saya tidak perlu beranjak dewasa dan memiliki segudang masalah dan beban hidup yang makin lama makin sulit saya kompromikan dan selesaikan. 

Saya rindu masa di mana, permintaan maaf bisa meluncur keluar sebegitu tulusnya, tanpa ada embel-embel beban KPI, challenge dan sebagainya. Saya rindu masa di mana masih bisa hidup tanpa mempertahankan ego dan gengsi. Saya rindu masa di mana, uang sepuluh ribu rupiah mampu membuat saya bahagia dan berkelana sampai ke Ujung Berung tanpa takut bakal makan dan tidur di mana. Saya rindu masa di mana, ketika saya menoleh ke belakang... tidak ada penyesalan, tidak ada ketidakbahagiaan, tidak ada hati yang tersakiti dan ego yang terluka. 

Bukan cinta namanya kalau tidak membebaskan. Begitu yang saya bilang ke diri sendiri sewaktu menemukan realita bahwa cinta tak selalu harus ada di genggaman tangan. 

Cinta membabi buta itu menyakitkan. Begitu yang saya bilang ke diri sendiri sewaktu mendapatkan seorang partner hidup sekian tahun silam, yang ternyata serba posesif dan mengekang. 

Saya mencintai pekerjaan saya melebihi cinta saya ke diri saya sendiri. Saya berambisi supaya bisa menjadi buruh industri yang kece, yang ketika memutuskan resign bisa dengan santainya menunggu pekerjaan baru mencari saya. Karena reputasi dan track record yang akan menggiring saya ke arah situ. Tapi kecintaan saya terhadap pekerjaan seringkali membuahkan kekecewaan. Ya itulah hidup. 

Bahwa hidup sebenar-benarnya hanya tentang pilihan-pilihan yang seringkali sudah disodorkan di hadapan saya, kamu atau dia. Don't hate what you don't understand, begitu yang dibilang John Lennon dan Yoko Ono. Berusaha untuk tidak membenci sekian banyak pilihan hidup yang sudah disodorkan secara gamblang, masih sulit untuk tidak saya lakukan. Karena isi kepala terlanjur berhitung, berasumsi, berkompromi dan menciptakan paradoksnya sendiri. Bukan tanpa sadar, seringkali kita yang menggiringnya ke arah sana. 

Saya rindu masa di mana ketika hitam ya memang dibilang dan ditunjukan sebagai hitam, begitu pula dengan putih. Tidak lagi serba abu-abu atau memilih menjadi abu-abu. 

Saya rindu masa di mana, cinta yang saya berikan sepenuh hati, disambut dengan tangan terbuka tanpa prasangka. 

Saya rindu masa di mana, saat saya mendengarkan "Too Much Love Will Kill You" sambil tertawa lepas, tanpa sekalipun berkata : "ANJING, GUE BANGET NIH!" lantas se per sekian detik kemudian, tetap bersiap menghantam permasalahan apapun yang menghadang di depan saya. 

Saya rindu masa di mana, saya mencintai dan dicintai tanpa prasangka... walau nanti pada akhirnya harus berpisah, setidaknya kita pernah mencinta sedemikian indah dan tidak meninggalkan amarah. 

Kemang, 24th October 2016
"Too Much Love Will Kill You" - Queen 

Comments

Popular Posts