Berkemas



Dari sekian banyak yang datang dan pergi, mengapa Tuhan memilihmu untuk hadir di persimpangan jalan dan memintaku menghentikan langkah dan segala rencana yang telah ku susun sedemikian rupa?

Tuhan memang Maha Bercanda.

Seolah masih akan terus mengujiku dengan bahan yang sama untuk ketiga kalinya, seolah menungguku untuk menyerahkan diri, berpasrah tanpa perlawanan, padahal Dia tahu betul aku ini hamba yang bagaimana. Lebih keras dari batu, tak jarang memilih mencelakakan diri sendiri demi orang yang sudah dipilih, lantas jatuh terjerembab, menghantam tanah dengan sakit yang mungkin tak akan kunjung sembuh.

Sadomasokis sekaligus bodoh. Tuhan memang Maha Bercanda.

Setengah mati tak ingin terjerat lagi, perlahan, tembok inipun runtuh. Menyisakan dia yang berdiri di hadapannya dengan senyum puas, karena katanya, dia sudah menunggu dalam senyap sekian lama, mencari - cari celah yang sanggup dia terobos saat aku lengah.

Apa kau tengah menikmati yang kau saksikan saat ini, sayang? Sudahkah aku mengobati sakitmu yang katanya tak tertahankan selama tahunan itu? Sudahkah aku melakukan tugasku dengan baik? Menemanimu di hari - hari yang katamu butuh inspirasi itu? Apakah aku sudah menginspirasimu lantas memanaskanmu dengan suhu yang tepat?

Ketika aku sudah merasa berkecukupan, namun kau terus mengulurkan tanganmu yang penuh dengan pembuktian kecil - kecilan, imanku yang tak seberapa ini membuatku melahapnya dengan rakus. Walau aku tahu, kau melakukan itu hanya untuk memuaskan dirimu sendiri, tidak ada aku atau kita di antara suapan - suapan itu.

Jadi, ini sudah cukup, sayang.

Aku berkemas, ku matikan tungku pemanas itu, lantas pergi.

Comments

Popular Posts