Sometimes You Can't Make It On Your Own
Di bawah lampu jalan yang temaram, diikuti hembusan angin yang menusuk tulang sum-sum, kamu menyodorkan tanganmu untuk ku genggam sejenak. Menemaniku melangkah pulang dalam keadaan sedikit gontai, menggigil kedinginan tak keruan, sementara hati sedang penuh disesaki oleh rindu entah kepada siapa ataupun apa. Yang ku tahu, rasa itu hanyalah rindu. Perih ketika disentuh, getir saat dicecap dan enggan hilang walau sudah berkali-kali menelan ludah sampai kerongkongan serak.
Kamu bilang, aku tidak perlu khawatir, kamu akan menjagaku mulai dari sekarang, mulai dari kau temukan aku diantara kerumunan orang yang tengah sibuk dengan pikiran mereka masing - masing, sementara aku memilih untuk menertawai mereka sedemikian lantangnya tanpa malu, tanpa takut dihakimi akan sikapku yang tak tahu aturan itu.
Kamu bilang, aku bisa datang dan pergi kapan saja aku suka, terserah kehendak hatiku bagaimana, dan meyakinkanku bahwa kamu baik-baik saja dengan perlakuanku itu. Kamu bilang, kamu merasakan setiap pedihnya sayatan realita yang tengah dan akan aku hadapi nanti, dan menyiapkan bahumu untuk ku basahi dengan air mata ataupun sumpah serapah, merepet tanpa jeda. Kamu bilang, aku tidak perlu menghadapinya seorang diri, aku bisa memintamu untuk menemani, dan bahwa jagat raya ini tidak akan runtuh dalam sekejap mata bila aku memilih untuk mengikhlaskannya.
Kamu bilang, masih ada hari esok. Dan matahari masih akan terbit dari timur dan tenggelam di barat. Dan kita masihlah manusia fana, yang terlalu sering mengandalkan logika, dan memilih untuk membungkam hati.
"Sometimes you can't make it on your own, don't deny it. Let me take you home, okay?"
Comments
Post a Comment