Menjelang 28 Di 28
Masih ada sekitar 10 hari lagi menjelang 28. Alih-alih membuat wish list atau to - do list di tahun ini, saya memilih untuk menyerahkan semuanya kepada Sang Maha Tanpa Kompromi, bernama Waktu. Serta tak lupa, sedikit mengikuti arus, ketimbang melawannya bertubi - tubi.
Bukan hanya perkara fisik yang makin hari makin terasa mudah lelah, hati yang bagai selongsong peluru kosong, menjadi dentuman peringatan, bahwa saya perlu "berjalan kaki" sebentar, ketimbang berlari ataupun melompat kesana - kemari.
Senang sekali rasanya dikelilingi distraksi yang seolah tak akan pernah berhenti. Berjalan beriringan dengan waktu, tanpa merasa dicurangi, walau tenggat waktu untuk pekerjaan tiap hari selalu menghantui, bersyukur pada Tuhan, saya menikmatinya sampai detik ini.
Lantas akan ada apa di 28? Tidak akan ada perayaan apapun. Kalau memungkinkan, saya akan meminta waktu rehat sehari, untuk sekedar mengevaluasi apa-apa saja yang sudah dilakukan. Put the blame on me, i don't mind. Saya pun tidak akan ragu-ragu untuk melakukan hal yang sama. Apa yang ditabur, itu yang dituai. Tidak sederhana, karena bahkan kesederhanaan itu sendiri memiliki kompleksitas yang saya sendiri enggan untuk berkutat dengannya.
Tidak pernah ada yang sederhana. Menjadi 28 juga tidak sederhana. Karena saya masih tinggal dan bekerja di negara ini, yang masyarakat majemuknya, memiliki lebih banyak pertanyaan dan penghakiman terhadap orang-orang di sekeliling mereka, ketimbang apresiasi terhadap apa yang sudah mereka lakukan dan hasilkan. It's just society.
Saya mengetik ini dengan setengah sadar di kantor, karena sudah sangat mengantuk sekali, dan masih belum bisa pulang, karena to-do list yang harus diserahkan hari ini masih menumpuk. Terlalu banyak.
Comments
Post a Comment