Mendobrak Sistem
Sejak kapan kamu jadi cengeng begini?
Semenjak aku memutuskan untuk “membutakan” dan “menulikan” telinga
Mengapa kau memilih begitu?
Karena dengan begitu aku tak perlu terlalu pusing dengan obsesiku yang ingin mendobrak system yang sudah sedemikian sewenang – wenang
Lantas kalau kau sudah memilih itu mengapa menangisinya? Bukankah kau sudah paham betul resiko dan konsekuensi pilihanmu?
Aku paham betul akan itu, akan tetapi hati tak kuasa menahan setiap jengkal amarah yang ingin membludak keluar, namun bukan lagi makian, melainkan air mata kekesalan.
Sudah berapa kali kau coba untuk mengkonfrontir persoalan ini?
Lebih dari jutaan kali, baik di dalam maupun diluar management organisasi, hasilnya tetap nol. Nihil. Pernyataan dan pertanyaanku hanya ditampung, tanpa ada jawaban yang jelas, tanpa ada itikad untuk menjelaskan secara detail dan menyeluruh.
Apa kabar dengan obsesimu sekarang ini?
Membusuk, mulai tercium bau bangkai ketika aku mendekati dan mengendusnya setiap hari. Ia seolah mengatakan agar aku harus selalu tahu dan mawas diri, bahwasanya system yang sudah ada turun temurun, berkembang biak sedemikian suburnya, tak dapat ditebas dengan sekali atau bahkan ratusan kali percobaan. Butuh kekuatan yang lebih besar daripada itu.
Lalu kamu menyerah begitu saja?
Tidak. Aku sedang mempelajarinya, mencoba melihatnya dari setiap sudut pandang, berusaha “bersahabat” dengannya, suka tidak suka. Ini salah satu bentuk perlawananku, yang masih berusaha mendobrak system yang ada.
Berapa lama waktu yang kau butuhkan untuk membuat itu tercapai?
Selama masih ada niat dan keinginan yang kuat, aku akan terus mendobraknya. Selama kaki masih berpijak di tanah, dan Tuhan masih menyayangiku, aku yakin aku memiliki kekuatan yang lebih dari sebelumnya.
Kau terdengar yakin sekali…
Kenapa harus meragukan kekuatan diri sendiri ketika kau tak lagi dapat menggantungkan harapanmu kepada orang lain? Everyman for himself.
Comments
Post a Comment