Barisan Nisan - Bukan Lagi Milik Orang Mati

Saya menganjurkan untuk para pembaca tulisan ini, untuk segera memutarkan "Barisan Nisan" milik Homicide, sebelum meneruskan kembali membaca umpatan tersembunyi di setiap sesaknya dada saya ketika menatap ke sekeliling negeri ini.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Sore menjelang buka puasa beberapa hari lalu, saya menemukan kembali 2 album lama milik Homicide, ketika itu saya baru saja selesai membaca berita tentang kegiatan sweeping warung makan di siang hari yang dilakukan oleh ormas paling terkenal di negeri ini, dan terpekur membaca berita tentang banjir bandang lalu ternganga membaca kasus dugaan korupsi simulator SIM, yang alatnya macam permainan dingdong yang dulu pernah saya mainkan. 

Lantas iPod saya melantunkan "Barisan Nisan" yang dengan serta merta membuat saya tercenung..


-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

"Matahari terlalu pagi mengkhianati
pena terlalu cepat terbakar
kemungkinan terbesar sekarang adalah memperbesar kemungkinan
pada ruang ketidak-mungkinan
sehingga setiap orang yang kami temui tak menemukan lagi satu pun
sudut kemungkinan untuk berkata “Tidak mungkin”
tanpa darah mereka mengering
sebelum mata pena berkarat menolak kembali terisi
sebelum semua paru disesaki tragedi
dan pengulangan menemukan maknanya sendiri
dalam pasar dan semerbak deodorant
atau mungkin dalam limbah dan kotoran
atau mungkin dalam seragam sederetan nisan
atau mungkin dalam pembebasan ala monitor 14 inci
yang menawarkan hasrat pembangkangan ala Levi’s dan Nokia
atau dalam 666 halaman hikayat para bigot dan despot
yang menari ketika jelaga zarkot berangsur menjadi kepulan hitam
berselubung Michael Jordan di pojokan pabrik-pabrik ma’lun para
produsen kerak neraka berlapis statistik
pembenaran teatrikal super-mall
opera sabun panitia penyusun undang-undang pemilu
yang mencoba membanyol tentang kekonyolan demokrasi
yang rapi berdasi menopengi mutilasi pembebasan dengan sengkarut argumen basi
tentang bagaimana menyamankan posisi pembiasaan diri di hadapan seonggok tinja
para sosok pembaharu dunia bernama PASAR BEBAS dan perdagangan yang adil
untuk kemudian memperlakukan hidup seperti AKABRI dan dikebiri matahari
terlalu pagi mengkhianati
dan heroisme berganti nama menjadi C-4, Sukhoi dan fiksi berpagar konstitusi
menjenguk setiap pesakitan dengan upeti bunga pusara dari makam pahlawan tetangga
bernama Arjuna dan Manusia Laba-laba
pahlawan dari Cobain hingga Visius
dari berhala hingga anonimous bernama Burung Garuda Pancasila
yang menampakkan diri pada hari setiap situs menjadi sepejal bebatuan yang melayang
pada poros yang sejajar dengan tameng dan pelindung wajah para penjaga makam Firaun berkhakis
yang muncul 24 jam matahari dan gulita bertukar posisi setiap pojokan
bahkan di kakus umum dan selokan mencari target konsumen dan homogenisasi kelayakan
maka setiap angka menjadi maka dan makna
ketika kita disuguhi setiap statistik dan moncong senjata dengan ribuan unit SSK
untuk menjaga stabilitas bagi mereka yang akan dinetralisir karena menolak membuang buku Panton sebagai panduan kebenaran
sejak hitam dan putih hanya berlaku di hadapan mata sinar xerox
menolak terasuki setan dan tuhan yang mewujud dalam ocehan pencerahan kanon-kanon
degungan Big Mac dan es krim cone yang berseru,
“Beli! Beli! Beli! Konsumsi, konsumsi kami sehingga kalian dapat berpartisipasi dalam usaha para anak negeri yang berjibaku untuk naik haji!”
oh… betapa menariknya dunia yang sudah pasti
menjamin semua nyawa dan pluralitas dengan lembaran kontrak asuransi
dengan janji pahala bertubi
dengan janji akumulasi nilai lebih, bursa saham
dan dengan semantik-semantik kekuasaan yang hanya berarti dalam kala
ketika periode berkala para representatif di gedung parlemen memulai tawar-menawar jatah kursi
dan kekuatan hanya berlaku paska konsumsi cairan suplemen, tonik dan para biggot bertemu kawanan
dan cinta hanya akan berlabuh setelah melewati sederatan birokrasi ideologi berwarna merah, hijau, hitam, kuning, biru, merah, putih dan biru
dan merah
dan putih
Oh betapa indahnya dunia yang berkalang fajar poin-poin NAFTA
sehingga pion-pion negara yang berkubang di belakang pembenaran stabilisasi nasional
menemukan pembenaran evolusi mereka dengan berpetakan saluran-saluran pencerahan
para rock-stars yang lelah berkeluh-kesah
kala peluh mengering kasat di hadapan pasanggiri lalat telat pasar
dan kilauan refleksi etalase dan display berhala-berhala
berskala lebih taghut dari ampas neraka diantara robekan surat rekomendasi para negara donor
perancang undang-undang dan fakta-fakta anti-teror
para arsitek bahasa penaklukan para pengagung kebebasan
kebebasan yang hanya berlaku di hadapan layar flatron kemajemukan ponsel demokrasi kotak suara dan pluralisme gedung rubuh
Oh betapa agungnya dunia di hadapan barisan nisan yang dikebiri matahari
dan terlalu pagi mengkhianati

Maka jangan izinkan aku untuk mati terlalu dini
wahai rotasi CD dan seperangkat boombox ringkih
jangan izinkan aku mendisiplinkan diri ke dalam barisan
wahai bentangan seluloid dan narasi
dan demi perpanjangan tangan remah di mulutmu anakku,
jangan izinkan aku terlelap menjagai setiap sisa pembuluh hasrat yang kumiliki hari ini
demi setiap huruf pada setiap fabel yang kututurkan padamu sebelum tidur, Zahraku, mentariku!
Jangan sedetik pun izinkan aku berhenti menziarahi setiap makam tanpa pedang-pedang kalam terhunus
lelap tertidur tanpa satu mata membuta tanpa pagi berhenti mensponsori keinginan berbisa
tanpa di lengan kanan-kiriku adalah matahari dan rembulan
bintang dan sabit
palu dan arit
bumi dan langit
lautan dan parit
dan sayap dan rakit
sehingga seluruh paruku sesak merakit setiap pasak-pasak kemungkinan terbesar
memperbesar setiap kemungkinan pada ruang ketidak-mungkinan
sehingga setiap orang yang kami temui tak menemukan lagi satu pun sudut kemungkinan
untuk berkata, “Tidak mungkin”
tanpa darah mereka mengering
sebelum mata pena berkarat dan menolak kembali terisi
Matahari tak mungkin lagi mengebiri pagi untuk mengkhianati.."

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Bulu kuduk saya tak berhenti meremang sampai lagu ini habis.. terngiang-ngiang di telinga dan kepala.. dada saya terasa sesak, muak, tak puas diri, penuh amarah! menggerusuk minta keluar, menagih janji para petinggi, menagih janji yang sekian lama terbengkalai tak tersentuh hati nurani para petinggi..

Malam harinya, nafas saya masih memburu, tersengal seolah tak tahan dengan dinginnya AC.. lantas saya berkaca di kamar mandi, dan menemukan orang hidup yang sudah mati, refleksi yang saya temui di cermin yang tergantung diatas wastafel kamar mandi..

Mati terkungkung tanpa mendapatkan hak sebagai warga negara yang seutuhnya. Saya berhak mendapatkan rasa aman ketika ingin makan di siang hari di bulan puasa, saya berhak memeluk apapun keyakinan yang saya anut tanpa takut digeruduk ormas lantas diteriaki "KAFIR" lalu dihajar beramai-ramai sampai kehilangan nyawa, saya berhak menikmati fasilitas umum seperti angkutan kota dengan rasa aman tanpa takut diperkosa di dalamnya.. saya berhak menolak awamnya nilai pahala-pahala tiket ke surga tanpa perlu dikatai "KOMUNIS" 

Saya tidak akan berkata "Tidak Mungkin" , ada begitu banyak kemungkinan untuk kembali hidup menjadi orang yang hidup tanpa merasakan mati..  

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

PS : Sampaikan salam hormat saya kepada Ucok Homicide, kalau-kalau ada pembaca yang kenal dengan beliau membaca tulisan ini


Comments

Popular Posts