Kemustahilan dan Batasan

Seorang teman selalu mengatakan kepada saya, bahwa dia menganut paham “Mustahil Bukanlah Apa-apa” dan dia akan selalu berusaha mewujudkan segala obsesi, keinginan maupun mimpinya. Tadinya saya ikutan ter-injeksi semangat yang ia miliki ini, quote penyemangat hidup yang sangat bagus sekali untuk semua orang tiru, agar tidak selalu menyerah dengan keadaan yang ada. Karena kita semua tahu, kita-lah yang mengatur perputaran nasib kita sendiri.

Tetapi kenyataan yang membuat saya kembali memikirkan quote penyemangat hidup miliknya ini. Bisa jadi karena saya pesimis, dan sikap sarkastis saya yang terkadang berlebihan dan akhirnya menjadi paranoid. Saya berpikir bahwasanya semua hal yang ada di dunia ini, memilki batasan, apapun itu, kecuali Tuhan. Banyak orang selalu bicara “Kesabaran ada batasnya.” Atau “Cinta Ibu sepanjang jalan, cinta anak sepenggalan.” Atau “Cinta yang dimiliki sepasang kekasih, pada waktunya akan melebur menjadi satu hal yang biasa.” Dan banyak lagi.

Lalu, apa yang akan teman saya ini lakukan, ketika ia sudah menemukan batasan dari satu hal yang ada di dalam hidupnya? Apakah ia akan tetap menerobos dengan segenap semangatnya, atau berhenti sejenak dan mengatur strategi? Lagi-lagi saya mendapatkan “batasan” disini. Ada batasan di setiap jalan setapak yang akan ia terobos, ada batasan di setiap tembok yang menjulang tinggi yang akan ia dobrak, ada batasan pula di setiap strategi yang akan ia jalani.

Bukan bermaksud sinis ataupun mempertanyakan quote penyemangat hidup milik teman saya ini, tidak, saya bukan pribadi yang seperti itu. Saya pun memiliki quote penyemangat hidup saya sendiri, dan siap menerima kritikan macam apapun, ketika orang lain mempertanyakannya. Tetapi benak saya tak dapat berhenti memikirkannya, mempertanyakannya lantas menuangkannya disini.

Buat saya, kemustahilan itu ada, dan pasti berdampak apa-apa. Justru karena si “mustahil” ini hadir di perputaran hidup saya, saya bisa menjadi pribadi seperti yang sekarang ini. Ketika ingin kembali berobsesi, saya mengerti batasannya sampai mana, begitu juga dengan hidup yang saya jalani. Saya berusaha sebaik mungkin memasang strategi agar si “mustahil” dapat bekerjasama dengan saya, sehingga kami berdua dapat berdamai dengan “harga” yang pantas.

Jadi saya berteman dengan si “mustahil” sampai detik ini, dan berusaha menjaga hubungan baik dengannya. Ia ada untuk mengingatkan saya akan batasan-batasan yang terkadang, sudah tak lagi dapat berkompromi dengan pilihan saya.

Comments

Popular Posts