Ketika saya menjalin sebuah hubungan, baik itu sebagai rekan kerja, rekan bisnis, pertemanan, atau sebagai partner dalam inner circle hidup, biasa disebut sebagai pacar, kekasih, soulmate dsb saya memulai semuanya dari jabatan tangan. Dari jabatan tangan orang inilah, secara tidak langsung membuat saya mau tidak mau membagi sedikit ruang di dalam hidup saya untuk mereka, dan seiring dengan berjalannya waktu, ruang yang telah saya berikan akan otomatis melebar ataupun menyempit. Pada pertemuan pertama, biasa saya membicarakan hal-hal apa yang sedang trend di lingkup dunia dimana saya dan orang tersebut bertemu. Bisa di gigs sebuah event music, club, tempat kerja, pantry di kantor, atau bahkan bus kota. Dari awal pembicaraan itulah, saya bisa (sedikit) menebak pribadi seperti apa lawan bicara saya, dari intonasi nada bicara, raut wajah, kedipan mata, gesture dan spontanitas.
Ada seorang kolega lama, sebut saja Bapak Fauzi, seorang laki-laki peranakan Arab, punya kumis yang lebat, gaya bicara yang meletup-letup dan kesukaannya pada musik dangdut. Pertama kali saya bertemu dengan beliau, saya tidak terlalu respect, karena beliau selalu membawa topik pembicaraan (apapun-red) ke dalam area-area nakal :) namun pada saat saya dan beliau berjabat tangan, saya merasakan ketegasan namun lembut, beliau menjabat tangan saya begitu erat dengan tangan yang satu lagi ia letakkan diatas tangan saya yang masih berjabatan dengan saya. Yes, don't judge a book by it's a cover :). Tidak banyak business man/woman yang memiliki jabatan tangan seperti Bapak Fauzi, hanya dari jabatan tangan itulah saya menyesal telah menghakimi beliau tanpa toleransi :) syukurnya hubungan bisnis saya dan beliau sampai detik ini masih berjalan dengan lancar, walaupun tetap dengan pembicaraan area nakal khas beliau :D saya sudah terbiasa setelah membiasakan diri.
Pada saat adik perempuan saya sudah mulai beranjak remaja, dan sering kali diajak nonton bareng dengan teman-temannya pada saat weekend, dia mulai lebih giat menyisihkan uang jajan bulanannya. Beberapa waktu lalu saya berkunjung ke rumah ibu, saya menemukan dia sedang cemberut dan tanpa henti memainkan handphonenya. Saya bertanya ada apa, dia jawab uangnya tidak cukup untuk pergi weekend dengan teman-temannya minggu ini, saya lantas menawarkan untuk menambahkan kekurangan uangnya, tapi dengan tegas dia menolak. Dia bilang seperti ini : "Aku nggak mau maksain kak, kalau memang nggak bisa pergi ya nggak apa-apa, walaupun temanku sudah menawarkan untuk mentraktir, tapi aku tetap nggak mau."
Saya terheran-heran dengan jawabannya, something's wrong with my little sister i thought :s lalu saya tanya lagi, kenapa dia tetap nggak mau pergi walaupun sudah ingin ditraktir dan dijamin dia nggak akan kelaparan, kehausan apalagi takut untuk tidak cukup ongkos untuk pulang ke rumah, karena temannya akan dengan sukarela mengantarkan dia sampai di depan pintu rumah? dan jawabannya : "Aku nggak mau memanfaatkan apa yang teman aku punya kak, kalau aku mau hang out dengan mereka, at least aku punya modal sendiri, dan itu artinya aku harus nabung lebih giat lagi."
Saya terkejut, shock dan terperangah (lebay...hahaha) anak remaja umur belasan tahun bisa memberikan jawaban seperti itu, karena jujur, waktu saya remaja dulu, saya memang menjadi pribadi yang agak opportunis alias suka memanfaatkan apa yang dimiliki oleh orang lain, dengan tujuan untuk tetap eksis di dunia pergaulan :D yah..saya dan adik saya memang memiliki kepribadian yang sangat jauh berbeda. Salah satunya, dia hobi nabung, saya hobi shopping :D
Malam harinya saya memikirkan tentang jawaban adik saya, tiba-tiba saya teringat kalimat dari komik Conan, lupa nomor berapa :D, yang diucapkan Ran ketika Shinichi bertanya kenapa dia tidak mau ikut dengan Sonoko untuk pergi ski, padahal Sonoko anak orang kaya dan Ran tidak akan rugi sepeserpun, Ran menjawab : "Sonoko tetap sahabatku, walau seandainya nanti dia tidak punya uang banyak seperti sekarang, dan aku tidak ingin memaksakan diriku untuk bisa menyamai soal uang jajanku dengannya." hampir mirip dengan adik perempuan saya ya.. :)
Ibu saya pernah bicara "Ketika kamu sudah berusaha keras dan sudah mengeluarkan segala kemampuanmu untuk mengerti bahkan memahami orang lain tetapi orang itu tidak melakukan hal yang sama padamu, maka bercerminlah. Sampai sejauh mana kadar pengertian dan pemahamanmu terhadap dirimu sendiri."
Lantas saya bercermin malam ini, mengevaluasi diri, menelanjangi semua emosi diri dan memulainya dengan logika. Saya dan kekasih hati sedang menjalani masa proses perubahan diri masing-masing, memang agak sulit, tapi kami berdua menyadari sampai sejauh mana kemampuan kami untuk merubahnya. Sampai pada akhirnya malam ini, kami kembali membahas hal yang sama yang sudah sangat sering sekali kami perdebatkan. Sampai pada akhirnya saya melihat bukti nyata, bahwa kami berdua masih berjalan ditempat dan tidak melakukan progress apa-apa dari proses tersebut. Dengan intensitas waktu bertemu yang berkurang, kami berdua menjadi gagap komunikasi. Biasanya kami lancar komunikasi dan saling mengemukakan pendapat masing-masing dan mencari solusinya, namun kali ini tidak. Karena saya menyadari bahwa kami berdua sudah saling menyakiti satu sama lain.
Is it still called love when both of you start hurting each other?and the ironic part is, you're not realize when you doing that. Jadi beberapa jam yang lalu, saya meminta untuk tidak meneruskan hubungan ini, karena saya tidak mau menyakiti dia dan tidak mau disakiti dia. It's fair enough, but not for him, he said. Pertanyaan saya adalah, apapun hubungan anda dengan orang-orang yang berada di lingkungan anda, atau bahkan inner circle hidup anda, akan dibawa kemana hubungan yang telah anda jalin tersebut?baik dalam waktu yang singkat maupun yang sudah berlangsung dalam waktu yang sama. Apakah anda akan menjadikan stranger yang masuk ke dalam hidup anda sebagi teman, atau bahkan sahabat, atau rekan kerja, rekan bisnis, atau bahkan kekasih hati?semuanya tetap membutuhkan proses yang tidak sebentar bukan?
Namun pada masalah saya, kekasih hati bukan lagi stranger, dan saya sudah memberikan dia sebuah ruang khusus di dalam hati saya, di dalam hidup saya, bahkan di dalam pikiran saya. Dan hanya karena satu masalah yang sebetulnya akan menjadi bagian dari masa lalu saya, tetap dibahas dan diulang terus-menerus tanpa ada niatan untuk menutup buku dan membuangnya, bagaimana saya akan terlihat berubah tanpa melewati proses tersebut?saya hanya manusia biasa, tidak dapat merubah segala yang pernah terjadi di dalam hidup saya semudah membalikkan telapak tangan, semua memiliki proses, dan kami sedang menjalani proses itu.
Saya kerap bertanya pada diri saya sendiri, mau dibawa kemana semua hubungan yang saya miliki dengan teman, kolega, rekan kerja, keluarga dan kekasih hati saya? kalau keluarga sudah pasti akan selalu menjadi bagian dari hidup saya, kalau soal kolega sepanjang bisnis yang akan saya jalani dengan mereka, dengan teman pasti akan selalu ada walaupun terkadang jarang bertemu namun kami akan selalu saling memberi kabar, dengan rekan kerja mungkin hanya akan terjalin selama saya bekerja di perusahaan tersebut, atau bisa jadi lain dengan yang saya pikirkan saat ini. Kekasih hati..mungkin saat ini waktunya rehat sejenak :) untuk kebaikan kami berdua, saya membuat keputusan secara sepihak untuk mengakhirinya. Karena saya merasa segala upaya yang telah saya lakukan, tidak dihargai sama sekali.
Cermin saya agak buram malam ini, mungkin karena saya hanya sempat membersihkannya hanya ketika saya ingat, tapi saya ingin melakukan lebih baik dari itu. Saya akan membersihkannya setelah saya selesai bercerita disini, dan mulai lagi dari awal untuk bercermin dan mengevaluasi diri. Tidak hanya untuk malam ini, namun untuk malam-malam berikutnya. Entah kenapa saya lebih memilih malam hari ketimbang pagi,siang ataupun sore hari untuk bercermin. Saya akan mendapatkan jawabannya nanti, setelah proses itu berjalan step by step :)
Coretan ini terinspirasi dari perdebatan saya dan kekasih hati Ade GodHell, sampai detik ini dia tahu bahwa saya masih menyimpan ruang kecil itu di dalam hati,benak dan keseharian saya. Semoga dengan evaluasi diri ini, kami dapat mencoba (lagi) untuk mengerti dan memahami satu sama lain :)