Menikah Adalah Bunuh Diri
Pada saat saya membaca buku "Menikah Adalah Bunuh Diri" karya 'Josua' Iwan Wahyudi seorang Young EQ Trainer Indonesia, saya kembali teringat kehidupan pernikahan saya 3 tahun yang lalu. Bahwasanya menikah memanglah bunuh diri. Bukan bunuh diri dalam arti kata yang sebenarnya, namun lebih kepada hal-hal yang sifatnya privasi. Disebutkan di dalam buku itu, 1. Meninggalkan gaya hidup single dan menyesuaikan diri dengan gaya hidup bersama, 2. Bukan hanya memiliki tanggung jawab individual tetapi bersiap untuk bertanggung jawab kepada kehidupan pasangan, anak, dan keluarga besar, 3. Meninggalkan semua masa lalu dan memulai hidup baru bersama pasangan anda. Putuskan hubungan dengan masa lalu dan jangan bawa masuk masa lalu ke dalam pernikahan (termasuk kesalahan masa lalu, mantan pacar, dan semua hal yang sudah lewat.)
Saya kembali tersadar, saya memang tidak siap pada saat itu. Tidak siap dalam segala hal. Terutama "melepaskan" gaya hidup single saya yang penuh dengan kebebasan tanpa ikatan, tanpa harus repot meminta ijin suami ketika saya ingin pergi kemanapun saya suka, tidak harus repot bangun pagi untuk menyiapkan sarapan ketika suami minta makan (pada saat itu mantan suami saya tidak memiliki pekerjaan tetap pada pagi hari maupun malam hari-red). Lalu saya berpikir ; 'Bagaimana jika saya ingin kembali berumah tangga, dan masih memiliki perasaan yang sama seperti dulu, walaupun dengan laki-laki yang berbeda?akankah pernikahan itu berakhir dengan cerita yang sama?' lalu pemandangan di depan saya berubah menjadi ruang sidang di pengadilan, wajah kedua orang tua saya yang lelah, wajah laki-laki yang telah mengecewakan saya, dan akhirnya saya dapat melihat wajah saya yang penuh dengan kemarahan dan juga penyesalan untuk yang kesekian kalinya.
Saya sempat meyakinkan diri saya sendiri untuk tidak akan pernah menikah lagi, banyak orang bilang itu TRAUMA, namun yang saya tahu TRAUMA satu-satunya, adalah sebuah band Metal Jakarta yang sudah mumpuni di scene metal itu sendiri :D maka saya tidak mendengarkan semua orang bicara soal satu kata itu. Saya melanjutkan hidup saya dengan penuh rasa syukur, mencoba membuka lembaran yang benar-benar baru dan bertemu dengan orang-orang baru tentunya. Adalah Ajeng Safitri Riandarini yang kembali memperkenalkan saya tentang gegap gempitanya scene metal (karena waktu masih menjadi istri seorang bassis band melodic punk, saya cenderung mendengarkan musik yang ia gandrungi-red), Ajeng pulalah yang mengingatkan saya bahwa saya harus move on sepahit apapun 'permen' pernikahan yang pernah saya kecap.
"Menikah itu aneh. Banyak orang yang lajang berlomba-lomba untuk ingin cepat menikah. Malahan saking pengennya, ada yang nekat melakukan nikah muda. Tapi, setelah menikah, banyak orang merasa menyesal dan berlomba-lomba berusaha keluar dari pernikahan." Tulis 'Josua' Iwan Wahyudi di bukunya. Bahasa terkenal dan singkatnya adalah ; 'Cinta itu Buta.' kalau saya yang menciptakan quote itu akan menambahkan ; 'Cinta itu Buta, Tuli dan Tidak Peka' .
Pada saat saya atau mungkin anda yang membaca coretan ini, jatuh cinta, ada akan buta - buta akan bad habbit pasangan anda, anda akan menganggapnya sebagai kebiasaan lucu pasangan anda, dan anda sangat yakin bahwa dia akan berubah untuk anda suatu hari nanti (padahal belum tentu-red) Tuli - anda akan tuli dengan semua komentar teman-teman anda atau bahkan orang tua anda, tentang sikap - sifat - bahkan tingkah laku aneh pasangan anda, (lucunya anda masih menganggap itu hanyalah sebuah bagian yang lucu dari pribadi pasangan anda-red) Tidak Peka - anda mulai tidak peka dengan keadaan sekeliling anda (sering terjadi ketika saya jatuh cinta pada saat saya masih SMA, dikarenakan masih labil-red) namun inipun terjadi ketika saya sudah tidak lagi di SMA. Tidak Peka disini yang saya maksudkan adalah, anda tidak dapat melepaskan handphone anda hanya untuk se per sekian detik tanpa mengupdate status anda di facebook, twitter, bbm, ym apapun yang sifatnya mobile, untuk mengatakan kepada seluruh dunia bahwa anda kangen dia, atau 'kenapa dia ga bls sms gue ya?', atau 'sebel..dicuekkin pacar, dia sibuk main PB!' sementara anda terlalu sibuk membahas soal pacar anda, anda menjadi Tidak Peka dengan diri anda sendiri, lupa makan tepat waktu, lupa mandi tepat waktu, menjadi malas mengikuti perkembangan dunia luar yang penuh dengan cerita, sementara anda sibuk membuat cerita anda sendiri yang terkadang tidak bermanfaat untuk orang yang ada di dekat anda. Ini juga terjadi pada saya :D
"Asmara bukanlah cinta. Asmara hanyalah letupan emosi yang sesaat. Pernikahan tidak pernah bisa dibangun di atas dasar asmara. Cinta itu bukanlah perasaan, melainkan sebuah keputusan untuk menepati komitmen kita meskipun kita sedang tidak ingin melakukannya."
Tulis 'Josua' Iwan Wahyudi di bukunya (masih dengan buku "Menikah Adalah Bunuh Diri" - red)
Lalu saya bertanya lebih kepada diri saya sendiri ; 'Berarti pada saat saya memutuskan untuk menikah, saya hanya KASMARAN, dong? karena saya tidak menepati komitmen pernikahan itu sendiri..hmmm..' dan saya menjawab ; 'IYA' saya tidak mempersiapkan diri saya sebaik mungkin untuk tinggal di sebuah zone bernama BERUMAH TANGGA, yang ada hanyalah perasaan saya yang tersiksa karena semua komitmen pernikahan itu, dan saya berakhir dengan status JANDA. Saya menerima semua resiko dan konsekuensi atas semua perbuatan yang telah saya lakukan terhadap pernikahan saya. "Pernikahan bukanlah hanya sekedar urusan cinta belaka. Pernikahan membutuhkan kemandirian dalam banyak hal, mulai dari kemandirian finansial, kemandirian karakter, kemandirian dalam mengambil keputusan, dan banyak lagi."
Coretan ini terinspirasi dari buku "Menikah adalah Bunuh Diri" karya 'Josua' Iwan Wahyudi
Terima Kasih untuk Ajeng Safitri Riandarini untuk terus mencerahkan hari saya dengan segala candaannya yang 'berbobot' juga sebagai 'reminder' saya untuk terus move on, sepahit apapun 'permen' yang saya kecap hari itu, sekarang dan esok.
Reblogged this on Question of Life.
ReplyDelete