The Magic of Kekuatan Orang Dalam
Sejak umur tiga belas tahun, gue percaya sekali dengan the magic of kekuatan orang dalam. Berkat hal tersebut, gue bisa kerja sebagai operator warnet milik salah satu teman gue yang umurnya jauh lebih tua pada saat itu, lalu dikasih tempat tinggal di lantai dua warnet tersebut. Bahkan berkat this kind of magic, gue bisa melanglang buana, mulai dari Amerika (NY, DC & Seattle in particular), sampai Jepang (Akita, Osaka, Okayama, Nagoya, dan masih banyak lagi).
Di dunia professional, sihir ini bekerja dengan sangat baik saat gue harus melakukan collaborations dengan banyak pihak. Mulai dari Influencers, Communities, Media bahkan level-C di perusahaan-perusahaan bergengsi. Gue percaya bahwa culture ini nggak hanya terjadi di Indonesia atau South East Asia saja, melainkan di jagat raya sampai ke ujung milky way sekalipun.
Loh, sihir kekuatan orang dalam ini nggak cuma buat kita manusia biasa... tapi juga makhluk-makhluk lainnya. Nggak bermaksud mistis atau supernatural, tapi ya... memang ada kok makhluk lain selain manusia yang sibuk berkeliling di sekitar kita.
Tactical Team Yang Dicari Banyak Orang
Sampai hari ini, gue dan beberapa sahabat baik gue, bisa dibilang masuk ke dalam daftar tactical team yang dicari banyak orang. Ini self-proclaimed, tapi saat kalian melihat portofolio kami atau bahkan ngobrol dengan orang-orang yang sudah memakai jasa kami, bisa dibuktikan lah bahwa ya... kami memang masuk ke dalam daftar tersebut. But remember, there's always a two sides for every story, dan bahkan bisa lebih daripada itu.
Sejak minggu lalu, gue dan sahabat sekaligus partner kerja gue -Bony donker- cukup ribet dengan persiapan finalisasi laporan proyek yang kami kerjakan. Kami berdua dipertemukan oleh mendiang sahabat kami -Ray Rahendra- terhitung lebih dari empat tahun lalu, dan setiap kali kami berdiskusi (soal professional maupun personal matters), selalu terselip kalimat-kalimat bijak nan ngehek milik beliau, salah satunya seperti : "Kita nggak bisa mengedukasi orang-orang yang memang pada dasarnya sudah merasa tahu dan mengerti segalanya. Ditambah lagi dengan tolok ukur dan metodologi yang mereka gunakan sudah usang alias Dinosaurus, amsyong deh tuh pe-ernya. Tinggal urusan siapa yang paling kuat saja pada akhirnya."
Mari bersulang untuk ilmu pengetahuan, para insan kreatif yang lembur-lembur-lembur-mabok, serta jutaan data yang tersebar dan bisa kita mining kapan saja berkat Mbah Google! *naro botol Jäger* akan tetapiii... data-data tersebut hanya akan sekadar menjadi data dan narasi omong kosong, apabila kita nggak bisa menganalisanya dengan tajam, sesuai fakta dan tentu saja, pesanan klien. OKR menentukan KPI, revenue streamline sudah pasti akan selalu menjadi pahlawan.
Uang Dan Harga Diri Itu Bukan Hal Yang Sama
Sampai hari ini gue masih sering dapat pertanyaan :
"Rate card elo buat kerjaan ini bisa di-adjust down to 35% nggak, Ga?" atau "Bisa nggak dibarter dengan exposure saja, Ga?" atau "Tolonglah bantuin Ga, in a long run it would be a good portfolio kok!"
Pada beberapa kesempatan, bukan karena besar kepala, tapi ya karena gue keren saja dari sononya, gue dengan sangat terpaksa menolak beberapa proyek. Alasan yang paling sering gue kemukakan ke diri gue sendiri (sebelum menyampaikan penolakan kerjasama) adalah : "Kalau ini elo kerjakan, elo menyalahi prinsip, brand image, authenticity serta beberapa value diri elo sendiri."
Gue memang butuh uangnya, seorang pekerja lepas macam gue, pasti akan butuh kestabilan finansial secara berkelanjutan. Tapi, satu hal yang nggak akan pernah lagi gue korbankan adalah harga diri gue. Wow, moral compass yang baik sekali ya sebagai seorang manusia dan insan kreatif? Terdengar sangat individualistis dan nggak realistis, hahahaha... No I am not. I'm doing this because I knew my values, my leverage points, and my stand. Woman gotta do what woman gotta do bruh~
My point on this section adalah... Jangan merasa elo punya duit segitu banyaknya (sampai mungkin elo sudah bingung mau diapain itu duit) lantas menggampangkan hajat hidup orang lain. Gue setuju sama istilah "setiap orang pasti punya harganya masing-masing" tapipak, bukan berarti elo bisa semena-mena, memperlakukan orang-orang tersebut seenak jidat lo. And if you use this magic of kekuatan orang dalam, use it well. Because once you put shit on it, the reputation comes along with it.
Jadi Seberapa Penting Sih, Kekuatan Orang Dalam Ini?
Buat gue penting banget. It's the same thing kan kalau elo minta dikenalin sama temannya teman yang lagi elo gebet? This particular metric is there, live with you on daily basis, personal and professional.
Gue sering banget dimintain rekomendasi sama kenalan, teman, sahabat dan kolega. Mungkin ini salah satu keuntungannya gue bisa hidup di dunia macam apapun kali ya... jadi bisa lintas industri gitu loh maksud gue hahahaha...
"Ga, ada orang yang bisa ngerjain socmed report klien gue gak?"
"Gue butuh car driver yang kece nih, ada kenalan gak?"
"Aduh, gue gak sanggup sama household stuff nih, lo punya kenalan ART yang gercep gak?"
"Cuuyyy... kemarin beli stock Jäger di mana? Mau doonnggg..."
"Gue butuh car driver yang kece nih, ada kenalan gak?"
"Aduh, gue gak sanggup sama household stuff nih, lo punya kenalan ART yang gercep gak?"
"Cuuyyy... kemarin beli stock Jäger di mana? Mau doonnggg..."
Then again, gue merasa beruntung memiliki kemampuan ini, karena bisa saling membantu, dan orang-orang yang nanyain beberapa contoh hal di atas tandanya percaya sama penilaian gue.
Punya privilege soal kekuatan orang dalam ini, nggak serta-merta bikin elo keren, buat gue 75%-nya beban tak kasat mata yang mampu menghantui elo sampai kapan pun, di mana pun. Tinggal gimana kita menggunakan privilege ini dengan sewajarnya dan sebaik-baiknya kan?
Because, once you activate this mode, the impact will be two ways. Ke orang yang punya kekuatan, dan juga ke elo yang menggunakan kekuatannya, apapun itu. Dan percayalah, reputasi yang sudah elo bangun sedemikian rupa, bisa ambruk dalam hitungan detik kalau nggak elo jaga dengan baik.
Comments
Post a Comment