Mirror, Mirror On The Wall
September 06, 2020
Setiap bangun pagi, selain stretching selama 15 menit atau (kalau lagi nggak malas) Yoga selama 30 menit, hal yang pasti selalu gue lakukan adalah NGACA. Biasanya diiringi dengan kalimat afirmasi yang tujuannya untuk "membangunkan" mood atau semangat yang masih redup, karena keinginan untuk tidur atau sekadar bermalas-malasan sebentar lagi, lebih kuat.
Gue selalu bersyukur dengan apapun yang sudah gue miliki saat ini (so if you're a toxic positivity kinda person, you better close this page immediately), buat sampai di titik ini bukanlah hal yang mudah, dan gue bangga dengan semua hal yang sudah gue lakukan. Battle scars kalau kata @bumilautlangit. Tapi gue nggak bisa lagi membohongi diri gue sendiri, ada yang hilang. Ada ruang kosong yang kehampaannya memekakkan telinga gue. Dan gue nggak tahu itu apa.
Ngobrol Dengan Amirra
Dua hari lalu, gue memutuskan untuk ngobrol dengan Amirra, yang gue dapatkan berdasarkan rekomendasi dari adminnya bicarakan.id via WhatsApp. Proses registrasi, pengiriman data dan pembayaran semuanya seamless, nggak ada hambatan sama sekali. Mereka bahkan memberikan gue opsi untuk membayar setelah sesi ngobrol selesai. Gue belum pernah nemu yang macam begini, so I thought it's one of their USPs.
Dari yang awalnya gue cuma booking ngobrol selama 1 jam, di tengah-tengah sesi ngobrol gue minta tambah waktu 1 jam lagi. Karena gue ngerasa "kentang" belum ngeluarin semua unek-unek gue. Syukurnya Amirra ada waktu 1 jam tambahan buat gue.
Obrolan yang mengalir, tanpa penghakiman, tanpa berusaha menyusupi isi kepala gue dengan hal-hal yang gue nggak suka, nggak kejadian sama sekali selama 2 jam itu. I was happy I could talked to Amirra, I even cried while we were having our session through WhatsApp call. I was relief. Amirra have a good heart and capabilities that can calm me and have a good sense of humour. Rasanya seperti ngobrol dengan sahabat gue, Mandoy.
Menangis Sampai Sembab, Lalu Berkaca
Sesi ngobrol ditutup dengan Amirra memberikan beberapa suggestion yang mungkin mau dan bisa gue lakukan untuk overcome kondisi yang sedang gue hadapi sekarang. Her suggestions was doable, wasn't over the top, wasn't a typical shrink's suggestion, so I did it well. Written it on my personal journal, and need to keep doing it until our next session.
Menangis sampai sembab itu melegakan, menenangkan, dan bisa bikin tidur lebih enak tanpa mimpi apapun. Waktu gue berkaca pun, nggak ada lagi penyangkalan atau merasa perlu membohongi diri sendiri dengan kalimat afirmasi yang sebenarnya nggak gue amini banget. Kalau lagi kusut, ya akui saja lagi kusut. Menguatkan diri sendiri itu menurut gue salah satunya adalah dengan tidak membohongi diri sendiri dengan menggunakan kalimat afirmasi.
Cermin
Cobalah coba lihat mukamu, penuh debu tapi kau tak malu
Jangan salahkan aku, jangan kau belah diriku
Cobalah coba lihat tubuhmu, walau berisi tapi menipu
Jangan salahkan aku, jangan kau hancurkan aku
Begitu kata Anindya Ryadinugroho -vokalis dari The Telephone (Purwokerto)- di salah satu track di album "Materialisme, Dialektika dan Logika" yang berjudul "Cermin". Band Noise Pop dari Purwokerto ini merilis album tersebut di tahun 2011. Mereka banyak dipengaruhi oleh Pink Floyd, Sigur Rós, MBV dan Sonic Youth. Track tersebut mengingatkan gue akan proses yang sedang gue alami sekarang, dan gue berusaha keras untuk nggak berlama-lama berkubang di kondisi ini. Biar bagaimanapun, hidup harus terus berjalan. Suka nggak suka, mau nggak mau. Because I make a living for the living, that's why I need to keep going forward.
Sejak tadi pagi, ketika gue mematut bayangan gue di cermin, gue nggak lagi mengucapkan kalimat afirmasi yang nggak gue amini. Contohnya, gue mulai berhenti ngomong : "Okay, same shit different day, Ga. Wake the fuck up." lantas gue mengubah itu dengan : "Gue tahu elo capek, tapi nggak apa-apa, pelan-pelan saja ya. Dunia nggak akan berhenti berputar kalau elo nggak se-produktif biasanya."
Jangan memaksakan diri yang sebenarnya elo tahu, elo nggak mau melakukannya, atau elo nggak nyaman untuk melakukannya. Kalau ada keraguan, baiknya ambil nafas sebentar, dan berpikir ulang dengan kepala yang lebih jernih. Terserah caranya gimana, masing-masing orang kan pasti beda. Dan perbedaan itu nggak apa-apa, nggak salah. Elo itu manusia, bukan robot yang dirakit di gudang yang sama dengan mesin atau algoritma yang sama. So, go ahead, become a real human being starting from now.
South Jakarta, 6th September 2020
"Cermin" - The Telephone
0 comments