Face Turned Towards The Storm
September 02, 2020
"Learn to swim in rushing rivers, breaking on the shore. Make your peace with broken streets, your face turned towards the storm."
Begitu kata Mark Hoppus di lagu 6/8 yang masuk ke dalam album California Deluxe dan dirilis di bulan April 2017 lalu. Suaranya terngiang-ngiang di kepala gue, menyanyikan potongan lirik tersebut saat gue baca tweet-nya Kevin dengan sebuah foto halaman depan harian Kompas hari ini, 2 September 2020.
"Bersiap yang Terburuk, Berharap Terbaik." lalu akun Twitter Kompas me-reply tweet Kevin dengan menjelaskan bagaimana cara membaca halaman depan harian tersebut dengan detail, tweet bisa dibaca di sini.
Pas baca tweet itu, kedua tangan gue gemetaran, bingung mau ngomong atau bahkan berpikir apa. Cuma ada suara Mark Hoppus yang berkali-kali nyanyi : "Make your peace with broken streets, your face turned towards the storm." di dalam kepala gue. Apa yang sudah terjadi selama 6 bulan terakhir, sampai hari ini pun gue masih dalam fase berusaha berdamai dengan yang ada di sekeliling gue. Tapi kalau setelah ini harus menghadapi badai, apa iya masih sanggup?
Kenyataan dan Ilusi
Gue bukan orang yang senang menghindari kenyataan yang pahitnya naujubilah, karena buat gue, kalau gue melakukan itu, gue akan menciptakan ilusi sementara yang justru bikin gue malah tersesat. Mungkin juga ini salah satu coping mechanism gue yang sudah terbentuk sejak lama. Kalau ada konflik ya sudah, hadapi dan beresin sampai selesai semampu gue.
Tapi demi suara menenangkannya Robert Smith di lagu "Lullaby", sumpah mati kali ini rasanya mau kabur yang jauh ke mana pun yang nggak ada COVID-19 nya. Berdiam diri yang lama di sana, dan kalau bisa nggak usah balik lagi ke Jakarta. Kali ini sudah benar-benar menguras energi, dan gue nggak tahu nih bisa re-charge-nya kapan.
Ilusi itu memang indah, enak banget dipandang dan dipikirinnya. "Ah ini kan cuma isu elit global." atau "Mana ada itu COVID-19? Buktinya gue masih sehat-sehat saja tuh!" atau "Apa sih pake masker ke mana-mana? Ribet banget deh!" itu beberapa contoh ilusi yang rasanya makin ke sini makin subur saja tuh dikembangbiakkan di kehidupan sehari-sehari, sampai akhirnya salah satu dari orang terdekat mereka meninggal karena positif COVID-19.
Menjalani Keseharian Tanpa Perlu Membuat Rencana Besar
Tadi sore pas di tengah-tengah obrolan kerjaan sama @rockadocta gue tuh memang dasarnya mudah curcol ya, ada tuh sisipan obrolan soal : "Hadeh, kapan ya COVID-19 ini kelar? Udah mulai kehabisan ide supaya tetap waras nih!" bersyukurnya, sepanjang gue mengenal DokYen (panggilan sayang gue ke dia) DokYen ini bukan tipe orang yang bakalan bikin kita merasa bersalah sama apa yang kita pertanyakan, atau sama apa yang lagi kita rasain. Dengan gayanya ngangkat cangkir kopi sambil mendelik (ini yang ada di kepala gue pas baca WhatsApp dia) dia jawab begini...
Iya, yang gue dan dia bisa lakukan sekarang ini, ya cuma begitu. Mungkin kalian yang membaca ini juga bisa melakukan hal yang sama. Kalau ada yang butuh bantuan konseling dengan psikolog ataupun psikiater, baik yang gratis maupun berbayar, langsung saja cek link ini dan ini.
Gue rasa dengan nggak menambah beban pikiran tentang rencana-rencana besar di hidup kita kali ini, justru bisa menyelamatkan kita secara mental dan juga fisik tentunya. Karena biasanya kalau kita membuat rencana besar, fokus dan energi kita pasti akan terserap ke situ. Bagaimana kita bisa mencapai target tersebut, lalu kalau nggak kejadian backup plan-nya seperti apa, dsb.
We're Not On The Same Boat, But We're Definitely In The Same Storm
Buat kalian yang saat ini masih memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap, perusahaan kalian masih mampu mempekerjakan kalian semua, berikan yang terbaik yang kalian mampu setiap harinya. Kalau dirasa sudah mulai merasa kesulitan, komunikasikan ini ke atasan kalian. Bukan untuk minta dimaklumi, tapi meminta untuk memberikan waktu agar kita bisa kembali back on track, dan berkontribusi sebaik-baiknya untuk perusahaan.
Count your blessing, practice your gratitude like a religion. I know it sounds too much and hard to do especially in hard times like this, yet I'm still doing it every single day, some times with complaining. But then again, if we can get through this shit storm, we're going to be unstoppable and undefeatable.
0 comments