Pandemi Dan Kekalahan
August 12, 2020
Tidak ada yang pernah tahu bagaimana persisnya, Pandemi ini terjadi. Ia datang dari belakang, menyergap di akhir tahun 2019, lantas menghabisi segala hal yang berada di hadapannya. Tanpa ampun, gender neutral, religion neutral, race neutral.
Tak ada sesi pengampunan dosa.
Apalagi pengakuan terhadapnya.
Semua orang dibuat tak berdaya, bertekuk lutut.
Ada yang penuh isak tangis, tak jarang dengan caci maki.
Kebodohan demi kebodohan muncul ke permukaan tanpa diiringi kepintaran yang jumlahnya tak sanggup untuk membendung kebodohan itu sendiri.
Pagi menjabat siang dengan gerak yang lambat.
Sementara sore ke malam laksana perlombaan lari cepat.
Sebisa mungkin lekas sampai di garis finish.
Tak peduli apabila langsung menghabisi cadangan udara di paru-paru, yang sedikit terbantu lebih sehat selama karantina.
Ada yang bilang ini hukuman dari Tuhan, dan dunia tak lebih dari sebuah medium yang sangat besar, yang sudah lelah dan terlalu tua untuk terus berputar dengan ratusan atau bahkan miliar juta dosa.
Ada yang bilang, ini calon perang dunia ketiga.
New world order yang dipersiapkan sejak lama oleh para pemimpin Negara-negara adidaya.
Dan Negara dunia ketiga tak pernah lebih dari seonggok sampah.
Lantas collateral damage akan menjadi hal yang lumrah.
Mereka yang berpikir ratusan langkah lebih dulu daripada orang kebanyakan, mulai merancang rencana. Sementara yang tak seberuntung mereka, hanya sekadar terus berusaha untuk paling tidak bisa sampai di penghujung tahun 2020. Sesulit apapun kondisinya, mereka hanya mampu berpikir dan merancang segalanya sampai di titik itu. Tidak kurang, apalagi lebih.
Peradaban manusia mungkin sedang ada di ujung tanduk.
Peradaban manusia di abad 20 lebih tepatnya.
Negara dengan segala macam percobaan infiltrasinya, menyerang titik-titik vital nan personal, mencabik-cabik logika agar kita semua lekas cacat lantas menyerah dan tunduk.
Memaklumi dagelan yang tak ragu ditampilkan ke hadapan masyarakat luas, melalui media yang tak sadar telah berada di genggaman mereka. Para penguasa, Hakim, Juri dan Algojo dalam satu waktu.
Kita semua dipertemukan di atas ring layaknya petinju atau judi sabung ayam.
Dipaksa keadaan dan tekanan untuk saling menyerang satu sama lain.
Dibuat untuk terus lupa, bahwa kita semua saudara satu darah.
Tumpukan rasa kecewa, amarah, kekesalan, entah kapan pasti akan muncul ke permukaan juga. Ibarat bom waktu yang tengah menunggu berhenti di detik yang tepat, lalu meledak ke segala penjuru.
Kita semua telah kehilangan setengah tahun.
Kita semua masih mencoba bertahan di atas puing-puing sisa semangat dan harapan.
Yang dengan pesimisnya seraya berucap : "Ya, entah sampai kapan."
Menjadi manusia yang terus berusaha menjaga kewarasan di tengah badai tak tentu arah, tentu bukan perkara yang mudah. Terlebih, kita semua bertanggung jawab atas hidup orang-orang di sekeliling kita yang senantiasa ringan tangan dan berbesar hati kerap saling membantu.
Bono dan The Edge pernah menulis : "Love's the higher law." baru kali ini gue mempertanyakan hal tersebut, setelah belasan tahun meyakininya. Layaknya manusia yang kekurangan bukti untuk dapat melihat dan mendengarnya.
P.S
Ini adalah tulisan unek-unek pribadi, tidak ada kaitannya sama sekali dengan akun Instagram Pandemictalks. Akan tetapi, data-data yang dipaparkan di dalam akun tersebut sangat bisa kita jadikan rujukan bersama, bagaimana sebaiknya kita bersikap dalam menghadapi Pandemi ini.
South Jakarta, 12th August 2020
0 comments