Segenggam Harapan Di Tengah Pandemi
Mengawali tahun 2020 dengan beberapa macam rencana yang terpaksa dibatalkan atau malah dihentikan, cukup membuat gue merasa kehilangan pijakan. Tapi hidup harus tetap berjalan, jadi dengan langkah sedikit tersaruk-saruk, perlahan namun pasti gue dan semua orang mengarungi Januari ke Februari 2020.
Masuk Maret 2020, perhatian semua orang tertuju ke sebuah ketakutan terbesar abad ini, COVID-19, yang sejak menjelang akhir tahun 2019 lalu mulai menyerang kita semua dari dalam senyap. Pertengahan Maret, banyak pemilik bisnis mulai menerapkan kebijakan bekerja dari rumah mengikuti imbauan pemerintah. Hanya selang beberapa minggu, gelombang PHK, penutupan banyak fasilitas umum, pusat perbelanjaan dan banyak orang menjadi korban, baik dari sektor formal maupun informal.
Kita semua merasakan satu hal yang sama. Berada di ujung tanduk, berdiri di pinggir jurang, dan entah kalimat apa lagi yang memiliki makna yang sama.
Dalam kondisi seperti ini, kita menyadari hal yang tak mungkin dapat dielakkan maupun disangkal lagi. Bagaimana manusia memperlakukan manusia lainnya. Kita semua dipaksa keadaan untuk tetap membuka kedua mata, telinga, serta mempertajam indera yang kita punya. Kita semua diuji, apakah akan tetap memiliki simpati dan empati di setiap detiknya dalam menghadapi pertarungan yang sama.
Kita semua digempur dengan hal yang sama bertubi-tubi tanpa ampun, tanpa jeda untuk sekadar menarik nafas panjang. Kehilangan orang-orang terkasih, kehilangan mata pencaharian, kehilangan semangat, mulai mempertanyakan kewarasan... namun kita semua, paling tidak, masih berusaha memiliki segenggam harapan di tengah pandemi ini.
Harapan yang kita panjatkan melalui doa-doa di setiap pagi dan malam.
Harapan yang kita gantungkan melalui karya-karya yang kita ciptakan dari kedua tangan kita.
Harapan yang kita sampaikan di kolom-kolom komentar platform digital.
Harapan yang kita titipkan di kotak-kotak tip aplikasi transportasi online.
Harapan yang tak kita ucapkan dengan lantang, lirih sembari diiringi derasnya air mata.
Selain Agama, Harapan adalah candu paling kuat yang pernah diciptakan sang pemilik nyawa segala macam kehidupan di semesta ini. Selagi masih ada kehidupan di sana, setidaknya kita semua masih memiliki harapan.
Sulit rasanya untuk tetap bisa memiliki harapan di tengah pandemi. Tapi kalau tidak begitu, bagaimana kita bisa tetap bertahan dan memenangkan pertarungan hidup kali ini bukan?
South Jakarta, 22nd April 2020
Comments
Post a Comment