Marriage Story, I Will Never Be The Same Again
December 09, 2019
Sebagai anak pertama dari perjalanan dan perkembangan keluarga yang cukup rumit, Netflix Original Movie yang satu ini benar-benar membawa gue kembali ke hari-hari dimana, gue menyaksikan Nyokap gue ribut sama Bokap tiri gue, atau Nyokap dengan Eyangkung gue, atau gue dengan bekas suami dulu. Nggak mudah nontonnya, emosi diaduk-aduk sampai terasa mual.
Scene awal dibuka dengan Charlie (Adam Driver) mendeskripsikan gimana sih Nicole (Scarlett Johansson) sebagai seorang istri, lalu posisinya dibalik, Nicole yang mendeskripsikan Charlie. It was very heartwarming yet bitter at the same time. Kenapa? Karena biasanya gue melakukan hal-hal kayak gitu pas lagi bertengkar sama partner gue. I'm always writing down some pros and cons, about what I love and hate about him. Lalu pasti pertanyaan akhirnya adalah, am I going to do this all over again? Kira-kira gitu rasanya pas lihat scene ini.
Noah Baumbach berhasil bikin gue berkali-kali terhenyak di momen Nicole dan Charlie menatap satu sama lain. Mulai dari tatapan mata mereka yang penuh dengan kerlingan bahagia sampai hampa karena rutinitas, lalu berkilauan kembali waktu Nicole berada di tengah panggung dan Charlie melihat dia dari bangku penonton. Terasa banget perjalanan pernikahan mereka berdua di momen-momen tsb.
Marriage Story mencoba menceritakan sekaligus memperlihatkan kepada kita semua, bagaimana dua orang yang pernah saling jatuh cinta, menghadapi pilihan untuk berpisah dan juga berkompromi demi anak mereka. Kompromi nggak akan pernah mudah kan? Ada terlalu banyak ego yang harus ditahan, ekspektasi yang perlu diturunkan, harapan yang mungkin.. pelan namun pasti perlu dihilangkan. Kenapa gue bilang perlu dihilangkan? Ya karena kedua belah pihak, fully aware, nggak lagi sejalan, nggak lagi menginginkan hal yang sama. Jadi ngapain ngarep lagi? Pahit, tapi nggak ada pilihan lain.
Scene dimana Nicole dan Charlie yang setuju untuk ngobrol dari hati ke hati lagi, karena mereka berdua merasa keterlibatan pengacara mereka berdua mulai memberatkan, dibuat dengan sangat apik dan emosional. Percakapan yang awalnya pelan, intonasi nada bicara yang biasa sampai akhirnya mereka mencaci maki satu sama lain dan membuat mereka menangisi semua hal yang mereka keluarkan dari hati mereka, bikin gue benar-benar nyesek. Nyesek sampai ikutan nangis, karena gue merasakan apa yang dirasakan oleh mereka berdua.
Tentang Nicole yang sebenarnya merasa kehilangan self value-nya karena selalu memposisikan keinginan Charlie dan Henry sebagai prioritas di kesehariannya, sehingga dia lupa bahwa dia juga masih punya "suara" dan juga keinginan untuk mengasah kemampuannya sebagai director sebuah pertunjukan atau bahkan acara TV. Tentang Charlie yang di umur 20-an "dipaksa" oleh keadaan untuk segera menikahi Nicole karena dia sudah terlanjur mengandung Henry dan merasa Nicole menginginkan segala sesuatu dengan cepat, sesuai dengan keinginannya. Sementara Charlie, dalam hatinya masih ingin menciptakan banyak karya.
Noah Baumbach ngasih lihat dua sisi manusia yang sama-sama masih cinta tapi sudah sedemikian rupa menyakiti satu sama lain. Klimaks yang berasa banget. Kelar scene ini, gue menghela nafas panjang dan terpaksa rehat dulu buat ngelanjutin.
Scene selanjutnya yang cukup bikin merinding adalah scene dimana Nicole lagi melatih jawaban-jawabannya pada saat nanti ditanya sama orang yang akan interview dia terkait dengan child custody yang dibantu oleh asistennya Nora Frenshaw (Laura Dern), sampai akhirnya Nora memotong semua jawaban Nicole dengan kalimat begini :
“People don’t accept mothers who drink too much wine and yell at their child and call him an asshole. I get it. I do it too.
We can accept imperfect dad. Let’s face it, the idea of a good father was only invented like 30 years ago. Before that, fathers were expected to be silent and absent and unreliable and selfish and can all say we want them to be different. But on some basic level, we accept them.
We love them for their fallibilities, but people absolutely don’t accept those same failings in mothers. We don’t accept it structurally and we don’t accept it spiritually. Because the basis of our Judeo-Christian whatever is Mary, Mother of Jesus, and she’s perfect.
She’s a virgin who gives birth, unwaveringly supports her child and hold his dead body when he’s gone. And the dad isn’t there. He didn’t even do the fucking. God is in Heaven. God is the father and God didn’t show up.
So you have to be perfect and Charlie can be a fuck up and it doesn’t matter. You will always be held to a different higher standard. And it’s fucked up, but that is the way it is.”
It shocked me. Made me rewind the scene few times before I wiped my tears and took a really deep breath. Gue nangis bukan karena sedih, gue nangis karena gue menyaksikan dan merasakan kebenaran atas apa yang disampaikan Nora di scene itu. Baik sewaktu Nyokap gue mukulin gue dengan dalih gue melakukan kenakalan, padahal sebenarnya beliau lagi keinget Bokap kandung gue, atau sewaktu gue ngeliat Nyokap gue hampir mati pas denger soal pernikahan kedua Bokap tiri gue. Perempuan selalu "dipaksa" memiliki standar tinggi yang berbeda ketimbang Laki-laki. Patriarki tai kucing.
So yeah... this Netflix original movie, will make me never be the same again. There's a lot of new stuff I learn after I watch this movie tho... Misalnya, bagaimana kalau nanti gue mengalami hal yang sama dengan Nicole dan Charlie, gue akan tetap bisa function dengan baik buat anak, keluarga dan co-worker gue. Dan yang paling penting adalah, kalau memang nanti gue ngerasa gue kehilangan self value karena merasa kerdil berada di samping partner gue, gue harus bisa menyampaikan ini ke dia. Bukan dengan maksud untuk membuat dia menahan diri atas apapun yang sedang dia kerjakan dengan karya/pekerjaannya, tapi untuk ngasih tahu dia, kalau gue perlu waktu untuk bisa mengembalikan self value gue. Apapun caranya, ya nanti pasti gue bakal omongin lah ke partner gue.
Scene saat Charlie menyanyikan "Being Alive" di kafe di hadapan co-workers nya buat gue adalah epilog dari Charlie buat Nicole dan kehidupan pernikahan mereka, sekaligus semacam kilas balik dari apa yang sudah mereka berdua rasakan selama mereka menikah. Pada akhirnya, nggak ada hal lain yang bisa kita lakukan setelah perpisahan itu terjadi selain merelakan. Merasakan setiap getir dan pahitnya kenangan yang masih akan disimpan untuk diceritakan ke anak-anak kita nanti.
Siapkan mental, telinga, hati, nafas yang panjang dan juga tissue selama nonton film ini.
South Jakarta, 9th December 2019
"Being Alive" - Adam Driver in Marriage Story
Scene saat Charlie menyanyikan "Being Alive" di kafe di hadapan co-workers nya buat gue adalah epilog dari Charlie buat Nicole dan kehidupan pernikahan mereka, sekaligus semacam kilas balik dari apa yang sudah mereka berdua rasakan selama mereka menikah. Pada akhirnya, nggak ada hal lain yang bisa kita lakukan setelah perpisahan itu terjadi selain merelakan. Merasakan setiap getir dan pahitnya kenangan yang masih akan disimpan untuk diceritakan ke anak-anak kita nanti.
Siapkan mental, telinga, hati, nafas yang panjang dan juga tissue selama nonton film ini.
South Jakarta, 9th December 2019
"Being Alive" - Adam Driver in Marriage Story
0 comments