Menjadi Dewasa Atau Tidak Menjadi Dewasa
January 10, 2018
"Gue males jadi dewasa." ujar seorang kolega gue di hari pertama ngantor minggu lalu. Dengan hati-hati gue bertanya ke dia : "Elo males jadi dewasa atau males sama segala tanggung jawab orang dewasa?" lalu obrolan sore hari itu makin panjang dan kolega gue sadar kalau, suka nggak suka ketidakmauannya tetap harus dihadapi.
Gue mengamini lirik yang ada di lagu "Berhenti Di 15" milik Seringai, dan mengamini juga bahwa segala hal yang sudah terjadi di hidup gue, dan hidup orang-orang terdekat gue adalah Guru dan kaca yang nggak akan pernah bisa dipungkiri dan dilupakan.
Proses pendewasaan setiap orang pasti berbeda, dan gue yakin proses ini nggak akan berhenti, kecuali kita semua mati. Tapi nggak sedikit juga, ada orang-orang yang nggak menikmati atau bahkan nggak mau melalui segala macam proses yang terjadi. Harus instan, atau paling nggak ngambil shortcut sesering mungkin, dan alasan mereka (gue juga pernah sih) melakukan ini, karena mereka punya prioritas lain yang lebih membutuhkan perhatian dan waktu mereka.
Dulu shortcut yang gue ambil sewaktu cabut dari rumah, supaya tetap bisa punya tempat tinggal dan bisa bayar uang sekolah adalah dengan menjadi seorang operator warnet, merangkap janitor, sesekali ngamen dan tukang sablon. Cuma itu yang ada di kepala gue, dan cuma itu yang bisa dilakukan dengan cepat. Beruntung gue punya teman yang tajir, yang punya franchise warnet pada saat itu, numpang tinggal di warnetnya sembari jadi karyawannya paruh waktu.
Ada juga teman sekolah gue dulu, ambil shortcut dengan nyolong duit bokapnya-yang seorang anggota dewan-setiap minggu sebesar 200ribu, dan sampe sekarang bokapnya nggak pernah ngeh (ya menurut ngana?). Duitnya kadang dia pake buat traktir gue makan Nasi Padang, atau dia pake buat ongkos kencan sama gebetannya, atau ya dia kumpulin aja terus dia bagi-bagiin ke teman-temannya yang lain yang bukan orang tajir tentunya. Ala-ala Robin Hood ya? Atau tujuannya waktu itu mungkin, biar dia bisa ngebeli "image" di hadapan kami semua aja. Man, if you read this, we're blood brothers, we did lots of stupid mistake back then, it's okay, what's done is done, and I still respect and care about you.
Seiring berjalannya waktu, dengan hidup gue yang kebanyakan dinamikanya, dan sejujurnya gue lelah, gue sampe di fase yang.. ANJIR, JADI ORANG DEWASA TUH JEBAKAN BETMEN YE. KENAPA DULU GUE NGGAK SABAR BANGET PINGIN JADI ORANG DEWASA, PUNYA KERJA, PUNYA JABATAN, PUNYA DUIT BANYAK, PUNYA RUMAH, DSB. But today? Ada keinginan untuk giving this all up, right at this second. My job, my career, my dream house/apartment.. gue cuma kepingin balik ke masa di mana gue masih berumur 15 tahun, jadi operator warnet merangkap janitor merangkap tukang sablon yang sembari ngamen. I was happy back then.
Lalu gue bertanya ke diri gue sendiri, di sela-sela obrolan bareng kolega kantor gue, apakah gue happy sekarang? Apakah semua yang sudah gue lakukan selama ini, bikin gue happy? Atau gue masih haus akan pengakuan serta pembuktian diri lagi? Jawabannya...
Ya, gue sudah menemukan definisi kebahagiaan versi gue sendiri, lewat pekerjaan yang gue lakukan sekarang, juga orang-orang yang gue pilih untuk berada di sekitar gue, dan gue bahagia.
Ya, gue masih haus akan pengakuan dan pembuktian diri. Ini untuk tetap mengasah kemampuan diri gue, apa itu namanya.. soft skill dan hard skill. AHZEG. Dan, gue memang masih menyukai, bila ada orang yang melabeli diri gue dengan "UNDERDOG", ini tantangan yang harus gue menangkan. Tapi gue tidak akan pernah menghalalkan segala cara untuk bisa mendapatkan apa yang gue inginkan, dan tidak akan pernah mengambil apa yang bukan hak gue.
Menjadi dewasa itu pilihan kan? Jadi gue memilih untuk menjadi dewasa, di semua aspek di kehidupan gue. Pasti masih ada keplesetnya lah, pasti masih ada salahnya, pasti masih ada kekanak-kanakannya, but hey.. it's okay, this is life, a process to evolve yourself. But still, you have to choose, which Wolf you want to feed in yourself.
Central Jakarta, 10 January 2018
"In Bloom" - Neck Deep
Dulu shortcut yang gue ambil sewaktu cabut dari rumah, supaya tetap bisa punya tempat tinggal dan bisa bayar uang sekolah adalah dengan menjadi seorang operator warnet, merangkap janitor, sesekali ngamen dan tukang sablon. Cuma itu yang ada di kepala gue, dan cuma itu yang bisa dilakukan dengan cepat. Beruntung gue punya teman yang tajir, yang punya franchise warnet pada saat itu, numpang tinggal di warnetnya sembari jadi karyawannya paruh waktu.
Ada juga teman sekolah gue dulu, ambil shortcut dengan nyolong duit bokapnya-yang seorang anggota dewan-setiap minggu sebesar 200ribu, dan sampe sekarang bokapnya nggak pernah ngeh (ya menurut ngana?). Duitnya kadang dia pake buat traktir gue makan Nasi Padang, atau dia pake buat ongkos kencan sama gebetannya, atau ya dia kumpulin aja terus dia bagi-bagiin ke teman-temannya yang lain yang bukan orang tajir tentunya. Ala-ala Robin Hood ya? Atau tujuannya waktu itu mungkin, biar dia bisa ngebeli "image" di hadapan kami semua aja. Man, if you read this, we're blood brothers, we did lots of stupid mistake back then, it's okay, what's done is done, and I still respect and care about you.
Seiring berjalannya waktu, dengan hidup gue yang kebanyakan dinamikanya, dan sejujurnya gue lelah, gue sampe di fase yang.. ANJIR, JADI ORANG DEWASA TUH JEBAKAN BETMEN YE. KENAPA DULU GUE NGGAK SABAR BANGET PINGIN JADI ORANG DEWASA, PUNYA KERJA, PUNYA JABATAN, PUNYA DUIT BANYAK, PUNYA RUMAH, DSB. But today? Ada keinginan untuk giving this all up, right at this second. My job, my career, my dream house/apartment.. gue cuma kepingin balik ke masa di mana gue masih berumur 15 tahun, jadi operator warnet merangkap janitor merangkap tukang sablon yang sembari ngamen. I was happy back then.
Lalu gue bertanya ke diri gue sendiri, di sela-sela obrolan bareng kolega kantor gue, apakah gue happy sekarang? Apakah semua yang sudah gue lakukan selama ini, bikin gue happy? Atau gue masih haus akan pengakuan serta pembuktian diri lagi? Jawabannya...
Ya, gue sudah menemukan definisi kebahagiaan versi gue sendiri, lewat pekerjaan yang gue lakukan sekarang, juga orang-orang yang gue pilih untuk berada di sekitar gue, dan gue bahagia.
Ya, gue masih haus akan pengakuan dan pembuktian diri. Ini untuk tetap mengasah kemampuan diri gue, apa itu namanya.. soft skill dan hard skill. AHZEG. Dan, gue memang masih menyukai, bila ada orang yang melabeli diri gue dengan "UNDERDOG", ini tantangan yang harus gue menangkan. Tapi gue tidak akan pernah menghalalkan segala cara untuk bisa mendapatkan apa yang gue inginkan, dan tidak akan pernah mengambil apa yang bukan hak gue.
Menjadi dewasa itu pilihan kan? Jadi gue memilih untuk menjadi dewasa, di semua aspek di kehidupan gue. Pasti masih ada keplesetnya lah, pasti masih ada salahnya, pasti masih ada kekanak-kanakannya, but hey.. it's okay, this is life, a process to evolve yourself. But still, you have to choose, which Wolf you want to feed in yourself.
Central Jakarta, 10 January 2018
"In Bloom" - Neck Deep
0 comments