(Sudah) Terlalu Banyak Kekecewaan
May 09, 2017
(Foto Bareng Pak Ahok dan Warga Jakarta Minggu Lalu di Balai Kota)
Peringatan :
Penulis blog ini adalah pendukung Ir. Basuki Tjahaja Purnama, Gubernur DKI Jakarta. Baiknya segera tutup laman ini kalau nggak mau membaca tulisan orang yang berseberangan pilihan dan pendapat. Hindari penyakit hati, karena obatnya nggak gampang dibeli.
Sembari mendengarkan Take The Power Back-nya Rage Against The Machine gue ngeblog lagi. Setelah berusaha menahan diri nggak nge-blog tentang apapun, dan memindahkan semua yang pingin gue ungkapin ke sebuah daily journal, hari ini gue nggak bisa nahan lagi.
Ini kali kedua gue menangisi seorang pejabat pemerintahan. Yang pertama Pak Antasari Azhar, lalu yang kedua, Pak Basuki Tjahaja Purnama/Pak Ahok. Gue mengikuti kasus beliau berdua dari awal sampai hari ini. Waktu Pak Antasari ditangkap, bisa dibilang gue mulai melek politik, baca semua berita dari berbagai macam sumber, dari yang asli sampai yang bodong. Membandingkan, menimbang dengan menggunakan logika warga sipil macam gue. Terlalu banyak hal yang dipaksakan, terlalu banyak hal yang dibuat-buat dari hasil logika gue pada saat itu. Sampai akhirnya Pak Antasari divonis 18 tahun penjara pada tahun 2009 lalu, gue menangis sejadi-jadinya. Rasanya kayak waktu diskorsing karena nampol anak cowok yang ngobel pantat gue di kantin jaman SMA. Gue korban pelecehan seksual, tapi kok malah gue yang dihukum. Anak itu mah lolos dari hukuman, cuma dikasih bimbingan dari guru BP dan guru Agama.
Sudah terlalu banyak kekecewaan yang gue terima dan rasakan terhadap Negara ini. Terhitung dari jaman buku-buku tentang sejarah Negara yang dulu ditutup-tutupi mulai bisa gue konsumsi. Peristiwa Talangsari, Tj. Priok, Sampit, Marsinah, Munir, Wiji Thukul, Mahasiswa 98, Fidelis Arie, belum lagi peristiwa-peristiwa lainnya yang tenggelam dan terlupakan. Atau sengaja kita lupakan, supaya hidup terasa lebih ringan. Padahal keluarga para korban sampai hari ini masih menunggu kejelasan, entah kapan hidup mereka bisa terasa ringan.
Mungkin Negara ini nggak pantas mendapatkan orang baik. Nggak pantas menjadi Negara maju yang tidak dihuni oleh para koruptor, pengemplang duit Negara, pencipta aturan yang kapan saja bisa mengubah aturan-aturan tsb, orang-orang yang sama sekali nggak memperkarakan orang lain yang menista Agama atau bahkan Pancasila, dasar Negara ini. Atau mungkin, masih ada banyak orang yang harapannya terlalu tinggi, rasa cintanya terlalu berlebihan, sehingga masih optimis bahwa Negara ini masih bisa berubah. Gue nggak tahu, nggak paham. Karena yang gue lihat sehari-hari intoleransi masih tinggi, sentimen yang bawa-bawa agama dan ras masih kenceng. Bahkan di dalam keluarga sendiri.
Seringkali orang-orang yang berbeda pendapat dan pilihan, dihakimi ramai-ramai. Di dunia nyata maupun di media sosial. Mungkin sewaktu mereka melakukan itu sembari nyetel Seek & Destroy-nya Metallica ya? "Our brains are on fire with the feeling to kill, and it won't go away until our dreams are fulfilled. There is only one thing on our minds, don't try running away cause you're the one we will find" Oh, ini ilmu cocoklogi versi gue kok, boleh dong ya? Nggak boleh ya? Oh iya, kan semua harus seragam, nggak bisa beda pendapat di Negara demokrasi ini. Minoritas kan harusnya berterima kasih sama Mayoritas ya, karena sudah dimaklumi dan diberi ruang. Ya, begitu sih yang selalu gue dengar. Walaupun sila kelima Pancasila adalah "KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA". Tapi nggak berlaku kalau pendapatnya beda dengan mayoritas. Atau nggak punya backing-an.
Oke lah, sudah bukan waktunya menangis lagi. Toh sudah terlanjur banyak kekecewaan yang gue dapatkan dari Negara ini. Rasanya nggak enak hati kalau masih terus nangis, sementara barusan nonton TV, Pak Ahok yang sudah sampai di Rutan Cipinang saja masih bisa tersenyum dan melayani foto-foto dengan petugas rutan.
Pak Ahok, Tuhan selalu menyertai bapak, no matter what. Tuhan nggak pernah tidur.
"For Whom The Bell Tolls" - Metallica
0 comments